![]() |
Ilustrasi |
LIMA tahun sudah berlalu sejak diberlakukannya jalur PPDB sistem zonasi. Namun, selama itulah banyak kecurangan yang terjadi jika dibanding dengan tingkat keberhasilannya.
Awalnya sistem zonasi diprakarsai Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) idealnya memang untuk menjadikan pemerataan pada akses layanan pendidikan dan pemerataan kualitas pendidikan nasional. Sistem zonasi PPDB ini mengatur sekolah negeri milik pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat, dari sekolah paling sedikit 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Awalnya, bertujuan baik yaitu menghilangkan nilai favorit sekolah dari segi “bargaining position” seolah-olah ada kasta dalam dunia pendidikan. Tidak dimungkiri sekolah favorit dan pinggiran menjadi jurang pemisah, mempola sekolah untuk anak pintar dan kurang pintar. Dengan zonasi ini perkastaan dapat diminimalisir.
Niat yang tak sejalan dengan realita ditambah tekanan dari rezim yang menuntut aksi perubahan, diduga membuat aturan ini menjadi masalah baru dalam dunia pendidikan.
[cut]
Di beberapa daerah khususnya Jawa Barat, terjadi di SMPN Kota Bogor, SMAN 1Kalijati Subang dan SMAN 1 Batujajar Kabupaten Bandung Barat (KBB). Disinyalir adanya kecurangan terhadap anak yang tidak diterima oleh sekolah padahal jaraknya dekat, orang tua murid menduga ada yang sengaja mendadak pindah domisili agar bisa diterima.
Seperti yang dialami Royantin Lumintu, selaku orang tua merasa bingung karena meskipun tinggal di sebelah kompleks SMAN 1, anaknya tidak dierima. Bayangkan dari 161 siswa, hanya 4 yang orang sekitar.
Ada juga orang tua yang berpura-pura miskin agar dapat jalur afirmasi padahal punya toko besar, ada yang membuat KK bodong, ini cara mendidik anak untuk jadi calon pembohong.
Isu ini telah sampai kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, beliau dengan tegas sudah membentuk tim pengaduan khusus untuk membereskan dugaan kekisruhan dan kecurangan ini. Di tingkat provinsi ada tim pengaduannya untuk melakukan pembersihan dari kecurangan domisili di PPDB zonasi.
[cut]
Muhajir Effendy selaku Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) telah mengetahuinya, walaupun begitu akan tetap menjalankan sistem zonasi ini.
Solusi Mendasar
Dari kasus orang tua yang rela memalsukan KK atau pura-pura miskin, dengan sifat curang dan bohongnya menggambarkan gagalnya sistem pendidikan, apalagi jika hasilnya ingin menjadikan anak dengan kepribadian Islam, maka sangat jauh outputnya.
Dalam islam pendidikan adalah sepenuhnya tanggung jawab negara, dengan konsep kesetaraan yang riil dilakukan adil, tanpa pandang status sosial, menyediakan sarana prasarana berkualitas, mudah diakses, dan pastinya terjangkau bahkan gratis oleh peserta didik.
Yang harus dibenahi juga adalah konsep pendidikan yang semestinya menjadikan akidah Islam sebagai dasar. Ketika visi misi sejalan dengan syariah tujuannya membentuk generasi berkepribadian Islam kemudian menguasai ilmu agama dan kehidupan (tsaqofah, sainstek), tak hanya mengejar nilai dari kepintaran yang sifatnya ujian “base paper”, tapi juga ilmu kehidupan untuk bisa survive dan akhlak mulia.
[cut]
Selain itu ditunjang dengan sarana infrastruktur sekolah serta SDM guru profesional yang berkualitas dan layak dengan tunjangan besar, membumikan laboratorium, penelitian, buku-buku berkualitas, teknologi canggih, menciptakan ilmuan-ilmuan hebat. Justru Ini adalah zonasi yang sebenarnya, ketika sistem pendidikan merata di semua tempat dari mulai desa terpencil hingga kota besar. Tak akan ada lagi yang berebut masuk sekolah unggulan yang jarak tempuhnya jauh dari tempat tinggal disebabkan minimnya sekolah berkualitas.
Semua menggunakan dana dari SDA yang dipunyai negara untuk kesejahteraan warga negara. Inilah kegemilangan pendidikan ala Islam yang sudah terbukti dalam sejarah. Wallahu A’lam
Penulis:Ina Agustiani. SP,d - Guru