Penyelam Koin, Riwayatmu Kini

Redaktur author photo


Para penyelam koin bisa menghasilkan Rp300 ribu lebih per hari.

inijabar.com, Jakarta- Perjuangan untuk bertahan hidup ternyata tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa, namun juga penerus generasi kita. Bocah pejuang dalam melawan penderitaan hidup yang dideritanya menjadi pematik semangat dalam pergulatan usaha dan doa anak-anak tersebut yang menjadi tulang punggung keluarga.

Pada tahun 1960-an. 'Kisah Perjalanan Pangeran Soeparto, Jawa-Belanda, 14 Juni-17 Juli 1913', (kompas 2017), anak-anak penyelam koin sudah ada pada tahun 1913, tepatnya 108 tahun yang lalu.

Pangeran Soeparto, atau Raden Mas Haryo Soerjosoeparto (Mangkunegoro VII) menjelang keberangkatannya ke Belanda di pelabuhan Tanjung Priok mengisahkan, anak-anak lelaki yang telanjang bulat berenang-renang di dekat kapal. 

Sebutan penyelam koin sebagai pengemis lautan akibat pendapat yang terjebak dengan bingkai orang kota yang malas.

Mereka berteriak agar orang melemparkan uang kecil ke laut. Setiap ada koin yang dilemparkan dari kapal, anak-anak itu secepat kilat menyelam dan berusaha meraih koin - koin yang tenggelam perlahan karena dilemparkan ke dalam air laut yang asin. 

[cut]


Bahwa lempar koin untuk dikejar bocah-bocah itu merupakan salah satu tradisi biasa dikenal dengan nama Ciling atau penyelam koin.

Pemburu koin adalah aktivitas sekelompok anak-anak hingga remaja yang berenang di pinggir kapal yang sedang bersandar di dermaga untuk memburu berkah di air laut yang cukup dalam, kadang ada juga yang lompat dari koli-koli (sejenis Kano / perahu kecil).

“Lempar koin bang. Lempar koin kak”. Tengadah ke arah penumpang kapal, para bocah itu lincah menggerakkan tangan dan kakinya agar mengapung di danau / laut. Begitu uang koin dilempar menjauh dari mereka, tanpa dikomando, mereka berenang mengejar ke arah jatuhnya koin.

Tak jarang, koin yang dilemparkan sudah tertangkap sebelum benda itu menyentuh permukaan air. Lebih banyak koin yang terjatuh ke dalam air, semakin banyak koin yang di raih oleh anak-anak itu.

Dengan bertelanjang dada, serta memakai celana pendek, para pemburu koin menyelam untuk mengambil uang  dalam bentuk pecahan logam ataupun uang kertas.

Anak-anak itu menyelam kadang berbenturan kepala  untuk berebut meraih mata uang itu. Bagi anak pemburu koin pelabuhan justru menjadi sumber mata pencaharian mereka.

[cut]


Bahkan, tidak jarang para pemburu koin itu melompat dari sisi tertinggi kapal, untuk mendapat nominal uang yang besar, dengan menunjukan atraksinya kepada penumpang.

Salah seorang pemburu koin yang telah menjadi anak pemburu koin di pelabuhan selama 13 tahun, yaitu sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), sehingga banyak pemburu koin berbadan atletis. Alasannya menjadi anak koin, lantaran penghasilan yang di dapat dalam satu hari terbilang tinggi.

Saat hari biasa atau hari tanpa momen libur panjang, pendapatannya sebagai pemburu koin sebanyak Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu.

Namun ketika hari libur tiba, yang kerap digunakan masyarakat untuk waktu pulang ke kampung halaman ataupun berlibur, seperti momen lebaran kadang penyelam koin mampu mendapatkan penghasilan sebesar Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu dalam satu hari. Berbagai nominal uang di mulai dari pecahan uang Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, hingga Rp 20.000.

Penghasilan yang besar tersebut, didapat para pemburu koin lantaran mengikuti permintaan para penumpang kapal, yang ingin melihat atraksinya melompat ke dalam laut. Tak jarang, ada penumpang yang memberikan pecahan uang sebesar Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu.

Agar bisa ke atas kapal, kalau petugas lagi tidak ada/sepi, masuk menyelinap atau lompat tangga dari tangga penumpang yang langsung ke lantai atas kapal.

[cut]


Untuk pagi hari, para pemburu / penyelam koin baru dapat berenang di laut, setelah pukul 08.00 WIB, dan akan kembali pulang ketika sudah pukul 17.00 WIB, hal tersebut dilakukan untuk menghindari derasnya arus di bawa permukaan laut. Apabila cuaca dalam kondisi hujan,  umumnya para pemburu koin tidak beroperasi, demi menghindari terseret arus ombak laut.

Bocah-bocah itu sebetulnya 'ngamen' untuk mendapatkan pundi-pundi uang dari wisawatan. Kendati begitu, uang bukan tujuan utama mereka melakukan aksi menyelam untuk ambil koin. Tujuan utama bocah-bocah itu berlatih berenang sambil bersenang-senang bersama teman-temannya.

Sayang, sejak beberapa tahun terakhir masyarakat yang tinggal di pesisir laut atau danau, sudah jarang ditemukan penyelam koin sebagai tradisi maritim/bahari kalaupun ada hanya tinggal menunggu lenyap hingga ditelan ganasnya dunia teknologi.

Mereka adalah calon nahkoda dan pelaut besar yang kelak menghadapi ganasnya gelombang samudra, yang mempertahankan tradisi emas para pelaut bangsa ini, yang memahatkan jejak petualangan hingga ke negeri yang jauh, hidup meniti buih dari atas perahu, menjaga warisan kearifan tradisi sebagai bangsa pelaut, sekaligus menggedor kesadaran banyak orang tentang betapa kayanya lautan negeri ini.  (Jael)

Share:
Komentar

Berita Terkini