![]() |
Ilustrasi |
inijbar.com, Kota Bekasi - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), secara resmi memproses pidana Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, atas dugaan pelanggaran terhadap sanksi administratif paksaan pemerintah.
Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Environment Community Union, Benny Tunggul mengatakan, langkah hukum tersebut diambil setelah UPST dinilai tidak mematuhi Keputusan Menteri Nomor 13646 yang diterbitkan pada 31 Desember 2024, tentang Penerapan Sanksi Administratif berupa paksaan pemerintah tanpa disertai denda administratif.
"Perubahan nama dari TPA menjadi TPST hingga UPST, ternyata tidak membawa perubahan signifikan dalam kualitas pengelolaan sampah di Bantargebang. Ini membuktikan, bahwa ganti nama saja tidak cukup tanpa komitmen serius dalam implementasi," ujar Benny, Jumat (30/5/2025).
UPST Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, diduga melanggar Pasal 114 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Sebelum proses pidana, KLHK telah menerbitkan Surat Peringatan Nomor S.47/I/I.3/GKM.2.5/B/04/2025 tertanggal 22 April 2025, karena ketidakpatuhan UPST dalam memenuhi keputusan menteri," jelas Benny.
Pada 23 Mei 2025, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Deputi Gakkum KLHK, melakukan pemeriksaan terhadap pihak UPST DKI Jakarta, termasuk Kepala UPST, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, serta Kepala Satuan Pelaksana Pengolahan Sampah UPST.
"Namun, yang disayangkan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, tidak hadir dalam pemeriksaan tersebut," katanya heran.
[cut]
UPST Bantargebang yang beroperasi sejak 1989, telah beberapa kali berganti nama dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), kemudian menjadi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), hingga kini menjadi Unit Pengelolaan Sampah Terpadu.
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1593 Tahun 2021 menetapkan UPST, sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sampah, serta memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan.
"Sayangnya, penetapan status BLUD ini belum menunjukkan hasil optimal. Timbunan sampah di Bantargebang, kini sudah mencapai ketinggian 50 meter atau setara gedung 16 lantai," ucap Benny.
Ketidakpatuhan UPST berimplikasi pada risiko kesehatan masyarakat sekitar Bantargebang, yang berlokasi di perbatasan Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Pencemaran yang terjadi dapat menyebabkan gangguan pernapasan, penyakit kulit, dan masalah kesehatan lainnya.
Dari aspek keuangan, ketidakpatuhan ini berpotensi merugikan APBD karena dana yang dialokasikan untuk pengelolaan sampah tidak termanfaatkan secara maksimal. Hal ini membuka peluang audit penggunaan APBD oleh KPK atau Kejaksaan.
"Meski telah tersedia fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), pengolahan air lindi, dan Refused Derived Fuel (RDF) Plant yang diharapkan dapat mengolah 2.000 ton sampah setiap hari, fasilitas-fasilitas tersebut belum berfungsi maksimal," imbunya.
Rekomendasi Tim Monev TPST Bantargebang dan TPA Sumur Batu, juga belum dilaksanakan sebagai solusi optimalisasi pengelolaan TPST Bantargebang.
[cut]
Benny menekankan, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, perlu serius menangani masalah tersebut, mengingat dampak lintas wilayah yang ditimbulkan.
"Performa pengelolaan TPST Bantargebang mencerminkan wajah kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta. Risiko lingkungan tidak hanya mengancam DKI Jakarta, tetapi juga Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, hingga Kabupaten Bogor," tegas Benny.
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH dan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, kepala daerah yang menyebabkan pencemaran lingkungan dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara dan denda.
KLHK menerapkan pendekatan multidoor enforcement dengan mengenakan sanksi administratif, pidana, maupun perdata terhadap setiap pelanggaran atas peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
Diketahui, sanksi administratif sebelumnya diberikan berdasarkan hasil pengawasan Gakkum KLHK, pada 29 Oktober hingga 2 November 2024, yang menemukan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kewajiban pengelolaan lingkungan di TPST Bantargebang. (Pandu)