Disegel Pemkot Depok, Pengembang Perum Al Fatih Bakal Gugat ke PTUN

Redaktur author photo
Kuass Hukum Perumahan Al Fatih Prayanuar Wiramakmur saat menunjukan dokumentasi perizinan.

inijabar.com, Depok -  Penyegelan Perumahan Al Fatih yang berada di kawasan Kelurahan Pasir Putih, Sawangan, Kota Depok sejak tiga pekan lalu berbuntut panjang. 

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Perumahan Al Fatih disegel Pemkot Depok melalui Tim Operasi Penertiban Terpadu pada Selasa (22/4/2025). Karena terkait permasalahan perizinan alias belum mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Pihak pengembang Perumahan Al Fatih menyatakan, akan membawa kasus ini melalui jalur hukum Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali (PK).

Melalui Kuasa Hukum, Pengembang Perumahan Al Fatih, Prayanuar Wiramakmur mengatakan, pihaknya sebelumnya telah menempuh berbagai upaya guna mencari solusi terbaik antara kedua belah pihak yaitu Pengembang Perumahan dan Pemerintah Daerah.

Salah satu langkah upaya yang telah dilakukannya, kata dia, yaitu uji materi. Kendati demikian jika tidak menemukan jalan keluar dengan uji materi, pihaknya akan menempuh opsi selanjutnya yaitu gugatan melalui PTUN hingga Peninjauan Kembali (PK).

“Masih panjang proses ini, dalam pembuktiannya kan ada jalurnya dengan cara autentik, data autentik. Dan kalau memang dirasakan sudah cukup clear sampai di situ, namun kalau belum cukup ya kita akan mengambil langkah lebih jauh lagi,“ujar Prayanuar Wiramakmur saat memberikan keterangan kepada wartawan. Selasa (13/5/2025).

Ia menjelaskan, sebelum menerima surat peringatan pertama terkait penindakan segel perumahan tersebut. Pihaknya juga telah berusaha mengajukan surat Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) kepada dinas terkait, namun izin itu ditolak karena dengan alasan berada di lokasi kawasan Situ Gugur.

[cut]


“Kami memiliki bukti bukti historisnya tentang lahan tanah tersebut, bahwa lahan ini memang awalnya sejak zaman kolonial terdapat Situ. Namun Situ itu bukan alami melainkan Situ buatan yang dibuat sepeninggalan Belanda luasnya pun hingga 8 hektare, terakhir sejak 1966 sudah jebol tak ada lagi,“ucapnya.

Lebih lanjut, ia mendesak kepada pihak pihak terkait dalam hal ini Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok, Dinas Sumber Daya  Air Jawa Barat terutama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Jawa Barat untuk menunjukkan bukti bukti dokumen resmi dan valid yang menyatakan lahan tersebut sebagai aset situ aktif atau dilindungi.

“Sampai hari ini kami belum pernah liat dokumen resminya itu seperti apa bahkan yang menyatakan kawasan status lahan ini sebagai situ dilindungi tak ada. Kita ingin lihat dokumennya, lembar negaranya atau semacam keputusannya, jangan sampai hanya sebatas di atas kertas dan lisan, kajiannya pun mana kalau semua itu ada, kita akan ikuti aturan,"katanya.

Dia menilai, penyegelan lahan perumahan tersebut terindikasi cacat hukum dan tidak berkeadilan. Menurutnya, jika memang penyegelan lahan ini dasarnya adalah tidak memenuhi persyaratan dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) karena terdapat lahan situ. Padahal banyak lahan lahan di kawasan sekitar juga merupakan bagian dari situ namun tidak ditindak sama.

“Mengapa lahan lahan lainnya yang berdiri di sekitar ex lokasi situ seperti Perumahan Griya Praja Asri, Pasadena, Diamond mereka bisa lancar lancar saja mendirikan bangunan. Kenapa hanya Al Fatih saja yang disegel jelas ini tak adil, bahkan terkesan diskriminatif atau tebang pilih, “ terang Wira

Wira juga menyayangkan sikap Pemerintah Kota Depok dalam hal ini, padahal pihak pengembang perumahan telah memiliki legalitas lengkap seperti Sertipikat Hak Milik (SHM), bukti pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB). Selain itu pihaknya juga telah memenuhi persyaratan penyediaan lahan fasilitas sosial (fasos) dan  fasilitas umum (fasum) di kawasan perumahan sesuai ketentuan.

“Makanya heran, padahal seluruhnya tak ada masalah. Sertipikat ada, kewajiban membayar pajak pun kami patuh, persyaratan lainnya juga sudah, kenapa kami masih dipersulit, kalau begini kan akan berdampak pada pemasukan pajak daerah juga nantinya, “tandasnya.

[cut]


Sebagai informasi Perumahan Al Fatih telah mendirikan sebanyak 100 unit rumah dengan total luas lahan sekitar 1,3 hektare, 60 rumah diantaranya telah dihuni sisanya masih dalam tahap pembangunan.

Ia juga menegaskan, pihaknya tak segan mengambil langkah upaya hukum kepada pihak pihak atau kelompok maupun perorangan yang telah membuat gaduh permasalahan ini. Sehingga berdampak terhadap proses pembangunan dan konsumen perumahan.

“Apabila nanti semuanya sudah kami tempuh dengan benar, kami juga akan berpikir untuk umpan balik dengan menggugat. Kami cari siapa-siapa saja yang memulai keadaan ini menjadi gaduh dan membuat situasi tidak kondusif, kami akan gugat balik“ tegasnya.

Namun katanya, jika hasil akhirnya nanti adalah harus menyerahkan lahan perumahan tersebut kepada Pemerintah Daerah guna kepentingan lahan situ. Tentunya pihaknya akan mengambil opsi langkah selanjutnya melalui undang-undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960 yang mengatur tentang dasar-dasar penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional di Indonesia, termasuk bumi, air, dan ruang angkasa.

“Kalau memang Pemerintah ingin mengambil ini, tentunya ada opsi ke undang-undang pokok agraria nomor 5 tahun 1960. Yang di mana tanah rakyat harus dibayar ganti untung, di pasal 18 juga kan sudah jelas tertuang, bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang,“tuturnya.

Dengan memberikan kepastian hukum melalui dokumen pendukung autentik atas status lahan dari pihak berwenang terutama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS). Pihaknya berharap Pemerintah Daerah serta seluruh pihak dapat menghormati hasilnya, sehingga dapat menjadikan bahan pertimbangan untuk solusi bersama. (Risky)

Share:
Komentar

Berita Terkini