4 Pengembang Perumahan di Depok Tanyakan Legalitas Status Situ Pasir Putih

Redaktur author photo
Foto : Penghuni warga Perumahan Al Fatih saat menunjukkan bukti sertifikat kepemilikan tanah

inijabar.com, Depok –  Sebanyak empat Pengembang Perumahan yang berada di wilayah Kelurahan Bedahan dan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok mempertanyakan legalitas dokumen status lahan dan penundaan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di atas lahan rencana pembangunan Situ Pasir Putih.

Dalam pertemuan dengan Camat Sawangan, Lurah Pasir Putih, Sekretaris Kelurahan Bedahan, Anggota DPRD, para perwakilan warga setempat dan empat Pihak Pengembang Perumahan yaitu Perumahan Al Fatih, Perumahan Pasadena, Perumahan Raisa dan Perumahan Habib Al Kathiri yang dilaksanakan di Kantor Kecamatan Sawangan, Kota Depok, pada Selasa (27/5/2025) lalu.

Pengembang Perumahan Al Fatih melalui Kuasa Hukumnya, Prayanuar Wiramakmur menjelaskan, pertemuan yang melibatkan empat pihak pengembang properti itu membahas dua hal penting yakni tentang aturan penyerahan lahan untuk pembebasan bakal lahan Situ dan ketentuan kepengurusan IMB.

“Jadi, dalam paparan awalnya kami dijelaskan terkait rencana pembangunan Situ Pasir Putih yang akan tetap diwujudkan. Dengan skema pengembang yang ada di kawasan setempat harus menyediakan lahan tanah kurang lebih 1,5 hektar,“ ujar Wiramakmur saat memberikan keterangan kepada wartawan.

Wira mengungkapkan, dalam paparan itu empat pengembang perumahan termasuk Al Fatih diminta Aparatur Pemerintah setempat agar menyiapkan lahan bakal Situ Pasir Putih dengan ketentuan sebesar 20 persen dari total luas lahan perencanaan Situ, dua hektare tersebut.

“Dengan aturan, katanya dari total dua hektare itu yang akan dikeluarkan 20 persen. Berarti 20 persennya yaitu 4.000 meter, yang terkena untuk pembangunan lahan Situ. Selain itu kami dipaparkan juga terkait masalah IMB dengan ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang harus diikuti 60/40, kalau kita memiliki lahan 1,5 hektare 40 persennya itu berarti sekitar 5.000 meter,“ kata Wira.

Namun kata Wira, dirinya menyayangkan mereka tak dapat menjelaskan secara rinci hingga selanjutnya masing-masing pihak pengembang perumahan diberikan kesempatan untuk memberikan pandangan tentang ketentuan tersebut.

[cut]

Foto : Penghuni warga Perumahan Al Fatih saat menunjukkan bukti sertifikat kepemilikan tanah

Menurutnya, pihaknya bersama pengembang perumahan lainnya pada pembahasan awal pertemuan tidak mempermasalahkan terkait status sertifikat lahan. 

“Jadi, awal-awalnya dari pihak Dewan dan lainnya tidak mempermasalahkan soal sertifikat kepemilikan lahan itu. Namun yang menjadi masalah lainnya justru adalah masalah IMB,“ terangnya.

Sebagaimana diketahui sebelumnya terdapat empat Pengembang Perumahan yang meliputi lahan kawasan Kelurahan Bedahan dan Pasir Putih hingga saat ini belum memperoleh dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) karena terganjal oleh persoalan status lahan yang terindikasi Situ.

Kendati demikian, dirinya menegaskan, bahwa pihaknya sudah melakukan berbagai upaya dalam penerbitan dokumen izin bangunan itu namun selalu ditolak dengan dalih karena adanya status lahan yang diindikasikan Situ.

“Sejauh ini Pemkot dan Pemprov hanya menjelaskan berupa lisan dan surat. Bahkan, saya sudah sering menyampaikan, apakah mungkin Pemkot Depok mempunyai kemampuan atau memiliki kewenangan dalam hal menentukan Situ tersebut. Berapa luasnya? kemudian, ketetapan dua hektar dibagi 20 persen itu dari mana datang aturannya?  Jelas kami mempertanyakan balik semua itu,“ cetusnya.

Wira menilai bahwa pihak Pemkot tidak dapat menentukan status atau ketentuan skema pembebasan lahan Situ tersebut tanpa ada dasar hukum atau regulasi yang jelas. Menurutnya, ada yang lebih memiliki kewenangan dalam menunjukkan hal tersebut yaitu Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum dan Cilicis yang mencakup wilayah daerah perbatasan antara Banten, Jakarta, dan Jawa Barat. 

[cut]

Foto : Penghuni warga Perumahan Al Fatih saat menunjukkan bukti sertifikat kepemilikan tanah

Lebih lanjut dia mengungkapkan, dalam pembahasan paparan itu aparatur setempat juga menawarkan opsi solusi penerbitan IMB tetapi dengan rencana pembangunan Situ tetap berjalan.

“Jadi katanya, biar supaya Pemkot Depok akan membantu pihak pengembang mewujudkan IMB diterbitkan. Solusinya adalah Situ tetap akan dibangun bahkan ada klaim bahwa lahan Situ yang dua hektar itu juga merupakan tanah negara,“ ucapnya.

Sambungnya Wira menjelaskan, kemudian pihak Pengembang Perumahan lainnya yang hadir mempertanyakan tentang status kepemilikan lahan. Kendati, lahan itu milik negara, menimbulkan pertanyaan  bagaimana bisa Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan sertifikat kepemilikan tanah yang di mana lahan kawasan itu memang terdapat Situ.

"Kalau memang lahan itu tanah negara, kompetensi mengenai tanah itu ada di BPN, mengapa BPN mengeluarkan sertifikat tanah kami. Pasti tidak mungkin BPN akan mengeluarkan sertifikat ini kan jadi kontradiktif, kalau memang ada tunjukkan dokumen yang jelas atau jangan hanya bicara dengan kata-kata saja," kata salah satu pihak pengembang perumahan

Wira menilai, perencanaan proyek pembangunan daerah yang belum tersusun matang tidak dilakukan terburu-buru atau terkesan dipaksakan. Agar ke depan tidak terjadi potensi pelanggaran hukum.

“Kalau memang belum tahu titik koordinat Situnya di mana dan memang tidak bisa dilaksanakan, jangan dipaksakan. Lagi pula sekarang lahan di sini juga sudah banyak permukiman, tanah masyarakat yang sudah bersertifikat, bahkan juga ada tanah adat,“ tuturnya.

Pihaknya beserta tiga pengembang perumahan lainnya yang ikut hadir pertemuan itu menegaskan sikap keberatan. Karena perencanaan pembangunan lahan bakal Situ Pasir Putih itu dinilai hanya sebatas asumsi atau wacana.

[cut]

Foto : Penghuni warga Perumahan Al Fatih saat menunjukkan bukti sertifikat kepemilikan tanah

“Pertanyaan kami juga belum dijawab mereka sampai hari ini, mengenai Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 apabila negara ingin memanfaatkan dan menetapkan lahan tersebut untuk kepentingan negara dan sementara tanahnya milik masyarakat yang telah memiliki sertifikat hak milik. Dalam pasal 18 menyatakan, apabila negara ingin mengklaim lahan tersebut yang sudah berkekuatan hukum tetap, harus ada ganti untung,“ jelasnya.

Sebelumnya Anggota DPRD yang ikut dalam pertemuan tersebut menyampaikan, di lahan kawasan itu tidak ada ketentuan ganti untung. Karena hal itu sudah menjadi syarat yang harus dipenuhi pengembang perumahan dengan menyiapkan lahan 4.000 meter dari 20 persen dua hektare.

“Kami pengen tahu, landasan hukum dan rumusannya seperti apa. Jadi kalau landasan hukumnya ada, kami akan taati, tolong tunjukkan kami. Sementara kami juga sudah menyurati BBWS Citarum guna mengetahui apakah ada Situ di kawasan itu, namun tidak bisa menjawab sampai hari ini,“ katanya.

Lanjut, Wira mengklaim, sementara berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2022 yang bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Jawa Barat disebutkan bahwa titik lokasi Perumahan Al Fatih sendiri merupakan Kawasan Permukiman.

"Memang ada sedikit resapan air, terbaca di data yang diinformasikan ke kami. Di lokasi itu RT-RW 2022 sampai 2042, 20 tahun, itu maksudnya untuk permukiman,“ katanya.

Dengan itu, pihaknya akan terus menempuh jalur hukum guna mendapatkan kepastian dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Dirinya mengatakan akan membentuk tim baru untuk mengajukan uji materi di Mahkamah Agung (MA).

“Dengan tim pengacara baru, dalam waktu dekat ini kami mau uji materi  terutama masalah status lahan tanah. Dan juga soal penetapan lahan hijau kami yang tadi itu seluruhnya mau kami uji di MA, saat ini sedang kami susun,“ujarnya. 

[cut]

Foto : Penghuni warga Perumahan Al Fatih saat menunjukkan bukti sertifikat kepemilikan tanah

Pihaknya berharap dalam pertemuan selanjutnya, Pemerintah Kota Depok dapat juga melibatkan pihak-pihak terkait seperti BBWS, BPN, Dinas PUPR, Badan Perizinan, Badan Aset Daerah, Satpol PP dan lainnya agar adanya sinkronisasi guna menyelesaikan permasalahan tersebut.

“Ini kan persoalannya tak sederhana harusnya ditunjuk Pak Sekda atau Pak Wakil Wali Kota atau Kepala Dinas yang mempunyai kewenangan terutama dalam masalah Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sampai di situ menurut kami yang paling krusial, “ tutupnya. (Risky)

Share:
Komentar

Berita Terkini