![]() |
Ilustrasi |
inijabar.com, Jakarta - Koalisi Sipil Anti Korupsi (KSAK) meminta Presiden Prabowo Subianto, melakukan audit investigasi terhadap dugaan korupsi manipulasi kualitas dan harga pengadaan batubara, di PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI).
Menurut KSAK, dugaan praktik korupsi tersebut disinyalir merugikan keuangan negara hingga ratusan triliun rupiah, dan melibatkan salah satu oknum Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
Koordinator KSAK, Ronald Loblobly, mengungkapkan temuan terkait kualitas batubara, yang dipasok ke PLN EPI selama bertahun-tahun. Batubara yang diterima, ternyata memiliki kualitas kalori jauh di bawah spesifikasi yang seharusnya.
"Batubara yang dipasok PLN EPI selama bertahun-tahun, ternyata memiliki kualitas kalori jauh di bawah spesifikasi yakni 3.000 GAR (Gross Caloric Value)," ujar Ronald saat dihubungi via telepon, Selasa (10/6/2025).
Padahal, menurut Ronald, spesifikasi boiler PLTU milik PLN membutuhkan kalori batubara antara 4.400 hingga 4.800 GAR. Kesenjangan kualitas ini menciptakan kerugian finansial yang luar biasa besar bagi negara.
"Dengan mengacu pada kebutuhan batubara PLN EPI mencapai sebanyak 161,2 juta MT pada tahun 2023, maka nilai kerugian negara rata-rata dapat mencapai Rp15 triliun per tahun, akibat terjadinya manipulasi kualitas dan harga batubara 3.000 GAR," papar Ronald.
Dalam dugaan praktik korupsi tersebut, Ronald menuding Jampidsus berinisial FA, berperan sebagai intimidator, yang mengamankan kepentingan tiga perusahaan pemasok batubara.
[cut]
![]() |
Ilustrasi |
Ronald menjabarkan, bahwa ketiga perusahaan yang terkait tersebut adalah PT OBP, PT RAP, dan PT BRA yang mensuplai batubara berkualitas rendah ke PLN EPI.
"Jampidsus FA diduga bertindak sebagai intimidator yang mengamankan kepentingan PT OBP, PT RAP, dan PT BRA yang mensupply ke PLN EPI dengan 3.000 GAR dari yang seharusnya kalori 4.400 – 4.800 GAR," tegas Ronald.
Data yang dihimpun KSAK menunjukkan skala kontrak yang masif. PT OBP tercatat mendapat kontrak dengan kuantitas 2,1 juta metrik ton per tahun sejak 2018 hingga 2026. Sementara berkonsorsium dengan PT BRA, PT OBP memperoleh kontrak sebanyak 819.000 metrik ton per tahun dari 2009 hingga 2032.
"PT BRA mendapat kontrak dengan quantity sebanyak 1,49 juta metrik ton per tahun sejak 2022 hingga 2027," rinci Ronald.
Hingga tahun 2025, ketiga perusahaan tersebut diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5 triliun. Angka ini belum termasuk biaya tambahan untuk perbaikan dan peningkatan peralatan, yang terdampak akibat penggunaan batubara berkualitas rendah.
"Karena terjadi penurunan performa pembangkit dan mempercepat kerusakan peralatan, terutama pada boiler dan sistem coal handling," jelas Ronald.
Ironisnya, menurut Ronald, perusahaan lain yang melakukan pelanggaran serupa justru dikenakan setoran wajib sebesar Rp150.000 per metrik ton, menunjukkan adanya perlakuan berbeda dalam penegakan hukum.
Perlu diketahui, KSAK sebelumnya telah menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto pada 27 Mei 2025 lalu. Surat tersebut diterima dengan nomor registrasi 009/KSMK-SK/V/2025 dan kini koalisi tengah menunggu tindak lanjut dari aduan tersebut.
[cut]
![]() |
Ilustrasi |
Ronald menegaskan, KSAK sepenuhnya mendukung upaya pemberantasan korupsi yang tengah gencar dilakukan Presiden Prabowo dan Kejagung. Namun, ia mengkhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang dalam proses penegakan hukum.
"Niat mulia Presiden yang ingin mensejahterakan rakyat dengan mendorong kuat pemberantasan korupsi dan penguatan integritas aparatur pemerintah, akan sulit dicapai apabila terjadi korupsi sembari melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi," kritik Ronald.
Berdasarkan penelitian mendalam terhadap kinerja FA selama menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, KSAK menemukan fakta-fakta yang dinilai menyesatkan publik dan kepala negara.
"Saban hari diumumkan nama-nama tersangka, sebelum digiring memasuki mobil tahanan, seolah-olah itu diklaim sebagai hasil prestasi sebuah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang bersih, adil dan tanpa pandang bulu," ungkap Ronald.
Lebih lanjut, Ronald mengkritik metodologi penghitungan kerugian negara yang diumumkan dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, Menurutnya, pengumuman nilai kerugian negara dengan jumlah fantastis hingga ratusan triliun rupiah dilakukan tanpa metodologi ilmiah yang jelas.
"Dalam konferensi pers, diumumkan nilai kerugian negara dengan jumlah yang fantastis, hingga mencapai ratusan triliunan rupiah tanpa metodologi ilmiah dan menyesatkan, diduga dengan tujuan untuk kepentingan membangun sensasi dan popularitas semata," pungkas Ronald.
KSAK kini menunggu respons konkret dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk menindaklanjuti aduan mereka terkait dugaan korupsi masif di sektor energi ini. (Pandu)