![]() |
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi bersama gubernur lainnya di acara Rakor Pencegahan Korupsi yang dilaksnaakan KPK di Ancol Jakarta. |
inijabar.com, Jakarta- Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut biaya politik calon anggota DPRD Kota/Kabupaten dan Provinsi sama dengan anggota DPR RI. Tetapi ketika sudah jadi anggota dewan, kedudukan keuanganya jauh berbeda.
"Karenag jauh berbeda, nyari (uang) nya dari perjalanan dinas tapi in efesiensi (boros) sehingga anggaran DPRD Provinsi itu gede banget tapi masuk ke kantong DPRD nya kecil banget, itu cerita klasiknya begitu,"beber Kang Dedi Mulyadi (KDM) saat acara Rakor Pencegahan Korupsi dengan KPK bersama enam gubernur lainnya, di Ancol Jakarta. Kamis (10/7/2025).
Dedi Mulyadi juga menceritakan jika satu anggota DPRD berangkat (kunjungan kerja) yang mendampingi (staf) tujuh orang.
"Sudah habis 7 tiket pesawat, 7 tiket kereta api, 7 kamar hotel, dapatnya Rp500 ribu (take home pay) itu, DPRD beranggapan tidak setara dengan DPR RI. DPR itu jelas, nah ketika sudah jadi anggota DPR sudah tidak berfikir Pokir. Saya ngalamin ga usah mikir aspirasi. Karena dari aspek yang kita (anggota DPR) terima tiap bulan saja sudah cukup,"ujarnya.
Untuk itu, KDM meminta pada KPK terutama Direktur Pencegahan segera dirumuskan agar kedudukan keuangan anggota dewan bisa setara (DPRD kota/kabupaten, provinsi dan DPR RI).
"Maka akan ada penurunan anggaran DPR. Sudah turun anggarannya, take home pay nya menjadi besar. Sehingga uangnya ini akan bermanfaat untuk percepatan pembangunan dibanding seperti sekarang dibolak balik cerita bahwa tidak boleh meminta pokir dalam bentuk arah yang bersifat kepentingan individual. Iya di forum KPK tapi di pembahasan tetap ada (minta Pokir),"ujarnya.
KDM menambahkan, akhirnya kondisi tersebut membuat kepala daerah menjadi dilema.
"Nah kan dilema nya adalah kita jujur aja. Diikutin nanti ikut celaka, ga diikutin regulasi pemerintah macet. Kan ini harus diomongin terbuka. Kita pura-pura tidak butuh tapi butuh. Jangan pura-pura di depan orang lain baik banget, di belakang itu diajak ke belakang,"tuturnya.
Dia meminta bantuan pimpinan KPK agara kedudukan keuangan DPRD itu disamakan daripada take home pay nya diputer untuk sewa hotel, sewa pesawat, baiknya langsung diberikan honor berdasarkan rapat-rapat di DPRD.
"Dari mulai rapat di Komisi, rapat Bamus, rapat Badan Anggaran, rapat Paripurna (ada honor). Kalau seperti itu anggota DPRD setiap hari akan ada di kantor. Karena kalau tidak ke kantor tidak rapat maka tidak dapat take home pay,"ucapnya.
Secara ekonomi, pun akan berputar di daerah tidak lari keluar daerah. KDM juga menekankan kasihan bagi daerah yang penghasilan keuangan daerah nya dari PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), parkir, pajak restauran.
"Yang kecil-kecil dikumpulin. Habis itu uang restauran yang kecil itu dipakai makan di restauran berbintang di kota besar. Ini harus dibenahi kalau negeri ini mau baik,"katanya.
Kelemahan anggota DPRD Kota/Kabupaten dan Provinsi yakni tidak bisa membuat aturan sendiri karena seluruh aturannya dibuat Kementerian.
"Beda dengan DPR RI bisa mengundang Kementerian langsung aturannya bisa direvisi. Itu bedanya, modal (politik) nya sama,"ucapnya.(*)