![]() |
Ilustrasi |
inijabar.com, Kota Bekasi- Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Kota Bekasi Tahun Anggaran 2023 menjadi pintu masuk terbukanya kasus dugaan korupsi pengadaan alat olahraga di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora).
Ketua Umum Suara Keadilan (Saka), Nanda mengatakan, dalam laporannya, BPK menemukan kejanggalan pada dua paket pengadaan senilai total hampir Rp 10 miliar. Rp 4,979 miliar dari APBD dan Rp 4,952 miliar dari Dana Bagi Hasil Pajak.
"Kedua paket ini dilaksanakan oleh penyedia yang sama, PT CIA, dengan temuan meliputi perbedaan spesifikasi barang, mark-up harga, dan pelanggaran prosedur pengadaan,"ujarnya. Selasa (12/8/2025)
Laporan tersebut, kata Nanda, memicu gelombang desakan publik yang tak surut. Aksi unjuk rasa berlangsung berjilid-jilid, menuntut aparat penegak hukum mengusut tuntas dan mengumumkan semua pihak yang terlibat.
Tekanan publik akhirnya mendorong Kejaksaan Negeri Kota Bekasi menetapkan tiga tersangka pada tanggal 15 Mei 2025 : MAR (Pejabat Pembuat Komitmen), AM (Direktur PT CIA), dan A.Z. (mantan Kepala Dispora yang kini menjabat Kepala Dinas Tenaga Kerja). Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 4,76 miliar.
Nanda menerangkan, akar persoalan kasus ini bukan sekadar kerugian negara, melainkan dugaan adanya gratifikasi yang mengalir dari penyedia proyek ke pejabat publik, yang justru menjadi jantung dari praktik ini.
Pola aliran dana dalam kasus ini, kata dia, berlawanan dengan bayangan banyak orang. Dana 'ucapan terima kasih' dari penyedia, menurutnya, tidak dimulai dari bawah, melainkan langsung mengarah ke pucuk pimpinan daerah.
"Dari sana, barulah mengalir turun ke jajaran pejabat di bawahnya hingga pelaksana teknis di lapangan. Jadi kami menduga bukan bawahan yang setor ke atasan, tapi atasan yang lebih dulu menerima, lalu membagi kepada eksekutor di bawah,” jelasnya.
Skema ini sulit dibuktikan karena tak meninggalkan jejak formal, tidak ada slip setoran, tidak ada catatan rekening, hanya transaksi yang terjadi di luar pembukuan resmi. Selama penegakan hukum hanya fokus pada kerugian negara, bukan pada gratifikasi yang mungkin masuk ke kantong pejabat publik, aktor utama dalam praktik seperti ini hampir pasti lolos dari jerat hukum.
Dugaan tersebut semakin menguat, menurut Nanda, dengan beredar video pesta makan kepiting yang disebut dihadiri pucuk pimpinan daerah bersama Direktur PT CIA selaku penyedia proyek.
Menurutnya, momen ini bukan sekadar jamuan santai, melainkan simbol kedekatan yang memantik dugaan adanya gratifikasi di balik proyek tersebut.
Sayangnya, hingga kini, fokus penyidikan masih berhenti pada pembuktian kerugian negara. Sementara dugaan gratifikasi yang melibatkan pejabat publik, yang sejatinya menjadi inti praktik korupsi, belum tersentuh.
Pertanyaan pun menggelayut, akankah rantai uang dari atas hingga ke bawah benar-benar terungkap, atau sekali lagi tenggelam di balik angka-angka di berkas perkara?
Hingga saat ini, yang diumumkan secara resmi hanyalah total kerugian negara secara keseluruhan dalam kasus pengadaan alat olahraga ini, tanpa keterbukaan soal berapa jumlah uang gratifikasi yang diterima para tersangka, maupun dari pihak mana uang tersebut diterima secara langsung
"Kami mendorong Kejaksaan Negeri Kota Bekasi untuk tidak berhenti pada hitung-hitungan kerugian negara, tetapi juga membuka penyelidikan dugaan gratifikasi. Hanya dengan begitu, seluruh simpul kasus ini dapat terurai dan menjadi terang benderang di hadapan publik,"kata Nanda.
"Jangan sampai rancang bangun yang mereka susun, dari mark-up hingga pola setoran, menjadi contoh yang kemungkinan akan diulang lagi oleh kasus-kasus korupsi berikutnya,"tandasnya.(*)