Komisi IV Kecam Guru Bully Muridnya Sendiri di SDN Jatikramat VIII

Redaktur author photo

 

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi Wildan

inijabar.com, Kota Bekasi- Kasus dugaan perundungan yang dilakukan seorang oknum guru di SDN Jatikramat VIII pada muridnya, tidak dapat dibenarkan meskipun dengan alasan bercanda.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Wildan Fathurrahman saat ditemui usai Rapat Paripurna DPRD Kota Bekasi pada Rabu (13/8/2025).

“Ada pepatah, guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Guru itu suri teladan. Kalau gurunya sudah ngeledek dengan panggilan yang tidak pantas, murid akan meniru. Apapun motivasinya, bercanda atau ketidaksengajaan, tidak bisa jadi pembenaran,” tegasnya.

Politisi asal PKB ini mendesak Dinas Pendidikan Kota Bekasi untuk segera melakukan investigasi cepat dan mengambil tindakan tegas agar kasus serupa tidak terulang.

“Pertama, tentu standing point-nya sekolah harus jadi tempat aman, nyaman untuk siswa, bukan malah jadi sumber ketakutan siswa,” ujarnya pada inijabar.com. 

Wildan juga menyayangkan kejadian ini dan mempertanyakan SOP (Standar Operasional Prosedur) penanganan bullying (perundungan) di sekolah. 

“Kalau dibaca dari media yang beredar, ini ternyata bukan pertama kali guru tersebut melakukan bullying terhadap siswa. Ini sudah berulang kali. Maka kita pertanyakan juga SOP penanganan bullying di sekolah itu,"ujar Wildan.

Dia menambahkan, pembinaan dan pelatihan guru harus dilakukan secara berkala. 

“Instrumen pembinaan harus berjalan. Ada pelatihan dan pembinaan rutin kepada para guru di Kota Bekasi agar kejadian seperti ini tidak terulang,"paparnya.

Senada dikatakan itu, Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi dari Fraksi PKB, Ahmadi, menegaskan, setiap anak dilahirkan dalam keadaan baik dan sempurna sehingga tidak boleh direndahkan oleh siapapun.

“Siapapun itu, anak-anak itu dilahirkan di buka bumi dan diciptakan oleh Allah dalam keadaan bagus dan sempurna. Jangan direndahkan. Guru harus mencotok, bukan merendahkan,” ujarnya.

Ahmadi mengingatkan, dampak psikologis yang bisa muncul pada siswa akibat perlakuan tidak pantas dari guru.

 


“Bahaya kalau secara psikologis anak sudah merasa rendah diri. Akhirnya dia tidak maksimal lagi. SD ini masa emas, kalau masa keemasan sudah terframe memiliki kekurangan, nanti di masa depan anak tidak akan survive lagi,” kata Ahmadi.

Ia juga mengkritik pemerintah daerah yang dinilai tidak maksimal dalam memastikan kebijakan ramah anak berjalan di lapangan. 

“Jangan hanya dapat laporan, mengimbau lalu laporan lagi. Tugas kita di DPRD adalah mengawasi, memastikan eksekutif bekerja,” pungkasnya.(firman)

Share:
Komentar

Berita Terkini