Kuningan Darurat LGBT, Pemda Kemana?

Redaktur author photo
Video viral LGBT diduga di wilayah Kab.Kuningan

inijabar.com, Kuningan- Video viral berdurasi seperempat detik yang memperlihatkan sekelompok remaja laki-laki berdandan dan berlenggak-lenggok layaknya perempuan di sebuah kafe yang diduga berada di wilayah Kuningan. Busana, rias wajah, dan gaya rambut mereka menyerupai perempuan, berseberangan dengan identitas biologis yang dimiliki.

Meski seperempat detik, tapi cukup untuk menelanjangi lemahnya pengawasan dan sikap pasif pemerintah daerah. Kondisi tersebut dikomentari LBH Perjuangan Rakyat Andi Muhammad Yusuf.

Menurut dia, video yang awalnya beredar di grup percakapan WhatsApp ini menyebar bak api menyambar jerami ke berbagai platform media sosial. Publik pun membanjiri kolom komentar, mempertanyakan siapa para pelaku, di mana persisnya lokasi, dan mengapa aksi tersebut bisa berlangsung terbuka tanpa hambatan.

"Fenomena ini tidak muncul tiba-tiba. Beberapa bulan terakhir, Kuningan telah berkali-kali dihebohkan oleh isu LGBT mulai dari terungkapnya grup komunitas LGBT di Facebook dengan ribuan anggota aktif hingga kasus dugaan penganiayaan terhadap individu yang diduga bagian dari komunitas tersebut,"ujarnya. Kamis (14/8/2025).

Langkah konkret dari pemerintah daerah, kata dia, nyaris tak terdengar. Kondisi ini memunculkan dugaan Pemda dan aparat memilih pendekatan 'pura-pura tidak tahu' terhadap perkembangan LGBT di Kuningan. 

"Padahal, setiap kali isu ini muncul, tensi sosial di lapangan selalu meningkat, memunculkan potensi gesekan antara kelompok pro dan kontra,"katanya.

Ketiadaan respons resmi terkait video kafe maupun fenomena LGBT secara umum membuat publik bertanya, apakah pemerintah daerah benar-benar tidak punya peta masalah, atau justru sengaja membiarkan hingga persoalan meledak?

“Ini bukan hanya soal moral, ini sudah masuk ranah keamanan publik. Dibiarkan seperti ini, cepat atau lambat akan ada benturan fisik,” tuturnya.

 


Video singkat di kafe itu kini menjadi simbol paling telanjang dari dua hal: keberanian kelompok tertentu mengekspresikan identitasnya di ruang publik, dan kelemahan negara dalam memastikan bahwa ruang publik tidak menjadi arena benturan sosial. 

"Tanpa sikap tegas dan strategi pengelolaan konflik yang jelas, Kuningan berisiko terjerumus dalam spiral perpecahan yang sulit dibendung,"tandasnya.(Rojik)

Share:
Komentar

Berita Terkini