BPN Depok Dinilai Abaikan Penerbitan Hak Sertifikat SK Kinag

Redaktur author photo
Warga RW 17 Kelurahan Pancoran Mas saat menggelar aksi di BPN Depok

inijabar.com, Depok – Puluhan mahasiswa dan warga RW 17, Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok melakukan aksi demonstrasi di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, kawasan Grand Depok City, Kota Depok Jumat (24/10/2025).

Mereka menuntut penerbitan hak sertifikat lahan ahli waris seluas 27 hektare yang sudah pernah dimunculkan oleh BPN atas dasar hukum Surat Keputusan Kepala Kantor Inspeksi Agraria (SK Kinag).

Sekedar diketahui, sebelumnya warga yang mengaku sebagai pihak hak ahli waris lahan itu sempat berkonflik dengan pihak Kavling Paguyuban Depkes RW 17, Kelurahan Pancoran Mas, Kota Depok terkait kepemilikan lahan.

Para ahli waris melalui kuasa mereka, mendesak BPN Kota Depok agar segera menerbitkan sertifikat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (SK Kinag) yang mereka miliki, setelah tercapainya kesepakatan musyawarah dengan pihak Kavling Paguyuban Depkes RW 17, Kelurahan Pancoran Mas, Kota Depok.

Rita Sari, kuasa ahli waris yang mendampingi pengurusan kasus tanah itu mengungkapkan, permasalahan ini berawal dari pembelian paksa oleh pihak Kavling Depkes pada masa lampau kepada para penggarap lahan.

"Dahulu, Depkes membeli dengan cara paksa mereka ditakut-takuti, diintimidasi. Masyarakat penggarap tidak punya keberanian melawan karena berhadapan dengan yang berseragam," ujar Rita Sari usai mendampingi ahli waris berdialog dengan BPN Kota Depok, Jumat (24/10/2025).

Rita menjelaskan, SK Kinag tanah tersebut setelah itu sempat diubah menjadi surat Girik dan diterbitkan sebanyak 244 sertipikat atas nama Depkes di BPN Depok. Sambungnya, namun dalam prosesnya sertipikat tersebut dibatalkan oleh BPN karena dinilai tidak memiliki marka yang jelas di BPN maupun Kelurahan setempat. 

Setelah pembatalan tersebut, perwakilan Depkes sempat memanggil ahli waris untuk menempuh jalur musyawarah atau damai. 

"Perdamaian itu sudah dinotariskan, artinya sah secara hukum, tinggal esok Senin 27 Oktober 2025 kami membawa orang pihak Depkes untuk bertemu BPN dan mengklarifikasi kesepakatan damai ini," ungkap Rita.

Wanita yang akrab disapa Emak Rita itu menyatakan, yang utama dari tuntutan para ahli waris saat ini sangat jelas, yakni meminta kejelasan dan kepastian hukum kepada BPN Kota Depok.

"Tuntutan selanjutnya kita hanya meminta, bahwa lahan tanah tersebut bisa segera disertipikatkan. Karena ini sudah berlarut-larut, adapun Sertipikat yang sudah pernah diterbitkan dengan alas dasar SK Kinag harus diperjelas dan berlaku," tegas Rita.

Rita mengungkapkan, SK Kinag yang dimiliki ahli waris di lahan tersebut mencakup total seluas 27 hektare. Rita juga menggarisbawahi adanya Putusan Pengadilan Peninjauan Kembali (PK) dari kasus sengketa lain yang secara hukum menyatakan bahwa SK Kinag Jawa Barat dengan Nomor LR.36/D/VIII/54/1972 tanggal 23-12-1972 terbukti sah dan berlaku setara hukum.

"Harusnya BPN itu mensertipikatkan SK Kinag. Sudah ada undang-undang yang mengharuskan," cetus Rita.

Dia juga mengutip rujukan pada aturan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 yang mewajibkan negara memberikan kepastian hukum hak atas tanah. Apabila, kata Rita pada Senin esok pihaknya tidak mendapatkan titik temu oleh BPN, dirinya menegaskan bahwa perjuangan akan dilanjutkan kembali dengan aksi yang lebih besar karena telah menyepelekan hak rakyat.

"Artinya kita bukan hanya sekadar sampai di sini saja, kalau memang BPN menyepelekan, mengabaikan. Kita juga tidak akan berdiam saja, karena ini hak rakyat," tandas Rita.

Sementara itu, tim ini jabar berusaha mengkonfirmasi melalui pesan singkat kepada Humas BPN Kota Depok terkait tuntutan para warga ahli waris. Namun hingga berita ini diturunkan pihak BPN Kota Depok belum memberikan keterangan resmi terkait hal tersebut. (Risky)

Share:
Komentar

Berita Terkini