Ini Resiko Jika Jalan Desa Diambil Alih Pemprov Jabar

Redaktur author photo

WACANA Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang akan mengambil alih ruas jalan desa dari kabupaten agar pembangunannya bisa tertata dengan optimal. Dedi Mulyadi mengatakan rencana tersebut erat kaitannya dengan penuntasan problem kesehatan seperti kasus stunting dan kesehatan lainnya di desa. 

Anggaran kebutuhan menuntaskan persoalan kesehatan tersebut, kata Dedi Mulyadi, tengah didata secara detail oleh Pemprov Jabar di wilayah desa. Data tersebut nanti akan ditelaah pihaknya untuk kemudian melahirkan kebijakan baru terkait bantuan keuangan ke desa.

Lalu bagaimana dari sisi legalitas dan potensi benturan,

1. Kewenangan Jalan Berdasarkan UU Jalan

Undang-Undang Nomor 38/2004 tentang Jalan mengatur pembagian kewenangan penyelenggaraan jalan: jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan desa. 

Pasal-pasal di UU Jalan menyebutkan bahwa 'jalan kabupaten' dan 'jalan desa' adalah kelas jalan tersendiri yang kewenangannya berada pada pemerintahan daerah (kabupaten/kota untuk jalan kabupaten; desa untuk jalan desa dalam konteks tertentu) dan bukan kewenangan mutlak provinsi di semua kasus. 

Ada catatan dalam kajian legislatif (RUU perubahan UU Jalan) bahwa 'dalam hal Pemerintah Desa belum dapat melaksanakan wewenang pembangunan jalan, Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat melakukan pengambilalihan pelaksanaan urusan pembangunan jalan desa' (konsep pasal 16A dalam RUU) 

Artinya, secara teori, memang ada ruang legal untuk 'pengambilalihan' kewenangan jalan desa oleh provinsi jika desa memang tidak mampu melaksanakan pembangunan jalan. Namun, ini bersyarat.

2. Kewenangan Desa dalam UU Desa

Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa (dan PP 43/2014 sebagai pelaksanaannya) menetapkan jenis-jenis kewenangan desa: hak asal-usul, kewenangan lokal berskala desa, serta kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten). 

Kewenangan penugasan (oleh provinsi/kabupaten) bisa termasuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur perdesaan, selama diatur dengan jelas oleh peraturan yang sah dan disertai anggaran. UU Desa mensyaratkan bahwa penugasan disertai biaya. 

[cut]


Dengan demikian, provinsi bisa memberikan tugas (penugasan) ke desa terkait urusan pembangunan jalan — tetapi ini berbeda dengan 'mengambil alih' kewenangan secara permanen dan menyatakan bahwa jalan desa menjadi kewenangan provinsi sepenuhnya, kecuali ada dasar hukum kuat (misalnya revisi UU Jalan).

3. Peraturan Daerah Provinsi

Provinsi bisa membuat peraturan daerah (Perda) atau peraturan gubernur yang mengatur hal-hal teknis terkait status jalan (misalnya, menetapkan status jalan kabupaten vs jalan desa) dan mekanisme penugasan kewenangan pembangunan jalan.

Namun, dalam membuat kebijakan seperti 'mengambil alih jalan desa", provinsi harus tetap mematuhi kerangka UU Jalan dan UU Desa agar tidak melanggar hukum yang lebih tinggi.

4. Faktor Kemampuan Desa

Salah satu argumentasi Gubernur Dedi Mulyadi adalah agar pembangunan jalan desa 'tertata dengan optimal' untuk mendukung intervensi kesehatan (stunting, dsb).

Jika provinsi melakukan pengambilalihan kewenangan karena alasan bahwa desa kekurangan kapasitas (teknis, anggaran) untuk membangun atau memperbaiki jalan, itu bisa dibenarkan dalam kerangka penugasan atau pengambilalihan sementara, asalkan didasarkan pada peraturan yang sah dan proses legal.

5. Risiko Politik & Administratif

Bahkan jika aspek legal bisa diatur, akan ada resistensi dari kabupaten, karena kabupaten kehilangan sebagian kewenangan jalan jika provinsi mengambil alih segmen desa.

Perlu koordinasi antar pemerintahan (provinsi – kabupaten – desa) untuk menyusun skema penyerahan/pengambilalihan kewenangan yang adil, transparan, dan akuntabel.

Transparansi anggaran sangat penting: provinsi harus menunjukkan bahwa alih kewenangan manfaatnya jelas (misalnya untuk kesehatan) dan tidak hanya untuk proyek jalan semata.

Usulan mengambil alih ruas jalan desa oleh provinsi tidak otomatis ilegal, karena ada celah dalam UU Jalan (misalnya pengambilalihan wewenang pembangunan jika desa tidak mampu).

Tapi, untuk mewujudkan skema tersebut secara sah, provinsi harus:

1. Menyusun dasar hukum lokal (Perda / Pergub) yang konsisten dengan UU Jalan dan UU Desa.

2. Menyiapkan penugasan kewenangan yang disertai anggaran ke desa, jika tidak mengambil alih sepenuhnya.

3. Melakukan koordinasi dengan kabupaten karena ini menyentuh kewenangan jalan kabupaten / desa.

4. Transparan dalam mekanisme penganggaran agar masyarakat (desa) tidak merasa dikecilkan perannya.

Ditulis oleh: Iwan NK-Pemred iniJabar.com

Share:
Komentar

Berita Terkini