Kasus Alat Olahraga Bekasi: Ketika Penyedia Barang Jadi Kunci Permainan Anggaran

Redaktur author photo

 

Iliustrasi

inijabar.com, Kota Bandung - Di ruang sidang Pengadilan Tipikor Bandung yang dingin dan penuh sorotan media, nama PT Cahaya Ilmu Abadi (CIA) kembali disebut. Perusahaan penyedia alat olahraga itu bukan hanya pelaksana proyek pengadaan bernilai miliaran rupiah di Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kota Bekasi tahun 2023, tetapi juga salah satu pihak yang kini duduk di kursi terdakwa bersama mantan pejabat tinggi daerah.

Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Negeri Kota Bekasi mengungkap adanya dugaan mark-up besar-besaran dalam pengadaan alat olahraga dan alat peraga senilai hampir Rp 10 miliar. Dari dua tahap kegiatan—masing-masing Rp 4,97 miliar dan Rp 4,95 miliar—negara ditaksir rugi sekitar Rp 4,39 miliar.

Pemilik  PT.CIA Tomy Uno diketahui memiliki hubungan yang akrab dengan Walikota Bekasi Tri Adhianto dan juga beberapa anggota dewan.

Kasus dugaan korupsi alat olahraga Dispora Kota Bekasi masih bergulir di PN Tipikor Bandung. Semua pihak berhak atas asas praduga tak bersalah hingga adanya putusan hukum yang berkekuatan tetap

Dari pengadaan 'luar biasa' hingga ruang sidang Tipikor

Proyek alat olahraga itu disebut 'luar biasa' karena muncul tiba-tiba dalam dokumen rencana kerja Dispora 2023. Sejumlah saksi di pengadilan mengakui bahwa kegiatan itu tidak tercantum dalam Renja awal, tapi kemudian disetujui dengan cepat oleh Tim Anggaran Pemerintah

Namun, di balik dinamika birokrasi itu, terselip nama penyedia: PT Cahaya Ilmu Abadi. Perusahaan inilah yang akhirnya memenangkan dua tahap pengadaan alat olahraga tersebut. Direktur utamanya, berinisial A.M., kini juga menyandang status terdakwa.

Penyedia yang terlalu 'akrab' dengan pejabat

Dalam dokumen dakwaan JPU, PT CIA disebut mendapat proyek melalui mekanisme penunjukan langsung, bukan lelang terbuka. Cara ini memang diperbolehkan dalam keadaan tertentu, tetapi menjadi sorotan ketika dilakukan tanpa dasar darurat yang jelas.

“Penunjukan langsung membuka ruang permainan harga,” kata salah satu jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan di persidangan perdana.

Barang-barang yang disediakan terbilang umum: raket badminton, bola voli, body-protector bela diri, meja ping-pong, hingga matras. Namun, harga satuannya disebut jauh di atas harga pasar. Dalam beberapa item, selisihnya mencapai dua hingga tiga kali lipat.

Kejari Kota Bekasi menemukan indikasi bahwa penyedia dan pejabat Dispora berkolusi dalam menentukan spesifikasi barang dan nilai kontrak. Sebagai bagian dari penyidikan, kejaksaan bahkan menyita 40 bundel dokumen dari kantor PT CIA—mulai dari kontrak, nota, hingga bukti pembayaran.

Peran aktif, bukan sekadar pelaksana

Di persidangan, posisi penyedia tidak bisa lagi disebut pasif. PT CIA diduga aktif menyusun skema administrasi yang menutupi penggelembungan harga. Barang-barang memang dikirim, tapi jumlah dan kualitasnya tidak sesuai dengan dokumen kontrak.

Sebagian alat bahkan ditemukan masih tersimpan di gudang, tidak pernah digunakan oleh sekolah penerima manfaat. 

“Ada barang yang tidak sesuai spesifikasi dan tidak terserap,” kata seorang penyidik Kejari yang hadir dalam gelar perkara.

Fakta-fakta ini memperkuat posisi jaksa bahwa penyedia bukan hanya penerima proyek, melainkan bagian dari sistem permainan anggaran. Kolaborasi antara pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, dan penyedia barang membentuk pola klasik: administrasi rapi, tetapi nilai ekonomi menurun tajam.

Bisnis publik yang berbalik arah

Di balik semua itu, kasus ini menyoroti sisi gelap dari praktik pengadaan barang dan jasa di level daerah seperti di Kota Bekasi. Penyedia swasta yang seharusnya menjadi mitra pembangunan justru terjebak atau sengaja terlibat dalam mekanisme yang merugikan publik.

“Penyedia semestinya memperkuat transparansi, bukan ikut bermain,” ujar seorang pemerhati kebijakan publik.

Menurutnya, kolusi seperti ini sulit diberantas karena terjadi di ruang abu-abu antara kebutuhan cepat pemerintah dan kesempatan bisnis swasta.

Menunggu ujung sidang dan pembelajaran bagi publik

Sidang di PN Tipikor Bandung masih berlanjut. Jaksa akan menghadirkan saksi ahli dan membeberkan bukti perbandingan harga untuk menunjukkan skema mark-up yang dilakukan penyedia. 

Di sisi lain, tim kuasa hukum PT CIA berusaha meyakinkan majelis hakim bahwa perusahaan hanya menjalankan perintah kontrak dan seluruh barang telah diserahkan sesuai pesanan.

Apapun hasilnya nanti, perkara ini memberi pelajaran penting: kolaborasi antara birokrat dan penyedia barang dapat menjadi senjata bermata dua. Jika dijalankan jujur, ia mempercepat pelayanan publik. Tapi bila diselewengkan, ia justru menggerogoti kepercayaan masyarakat dan menimbulkan kerugian miliaran rupiah bagi negara.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini