Redenominasi Rupiah Bagi UMKM, Transaksi Lebih Mudah Atau Membingungkan

Redaktur author photo

 


inijabar.com, Jakarta- Wacana redenominasi rupiah kembali mengemuka. Pemerintah menegaskan bahwa penyederhanaan tiga nol di belakang rupiah bukanlah pemotongan nilai uang, melainkan penyesuaian agar transaksi lebih efisien. 

Namun di balik istilah teknis tersebut, ada satu kelompok yang paling merasakan dampaknya: pelaku UMKM, dari pedagang gorengan sampai pengrajin lokal.

Lalu, apa sebenarnya arti redenominasi bagi usaha kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia ini?

Di warung makan, kasir toko kelontong, hingga pedagang kaki lima, angka panjang sering membuat hitungan jadi lambat. Dengan redenominasi, misalnya Rp10.000 menjadi Rp10, pelaku UMKM bisa menikmati transaksi yang lebih cepat karena tidak perlu lagi menyebut ribuan.

Pembukuan harian pun lebih mudah. Banyak UMKM mikro yang selama ini kesulitan mencatat pemasukan karena angka terlalu besar. Penyederhanaan angka menjadi peluang untuk mengelola keuangan lebih rapi.

Redenominasi membuka kesempatan bagi UMKM untuk melakukan rebranding harga. Label menu atau daftar produk akan terlihat lebih bersih dan profesional. Misalnya: Sebelumnya: Rp15.000, setelah itu menjadi: Rp15

Perubahan sederhana ini dapat meningkatkan persepsi konsumen mengenai kualitas layanan dan tampilan bisnis.

Tantangan di Masa Transisi: Risiko Salah Hitung

Namun, masa transisi tidak selalu mulus. Pelaku UMKM, terutama di pasar tradisional bisa menghadapi kebingungan ketika harga lama dan baru berjalan bersamaan. Salah hitung kembalian, salah menulis angka, hingga kesalahpahaman dengan pelanggan sangat mungkin terjadi.

Kondisi ini membutuhkan edukasi yang jelas dari pemerintah serta kesabaran pelaku usaha untuk menyesuaikan diri.

Pelaku UMKM Perlu Waspada 'Inflasi Psikologis'

Redenominasi tidak merubah daya beli. Tetapi, beberapa pelaku usaha bisa saja memanfaatkan momentum untuk menaikkan harga secara halus.

Contohnya: Sebelumnya Rp12.000 (harusnya jadi Rp12), tetapi dinaikkan menjadi Rp15 dengan alasan penyesuaian.

Jika tren ini meluas, masyarakat bisa merasakan kenaikan harga palsu yang memicu inflasi psikologis. UMKM justru berisiko kehilangan pelanggan jika tidak transparan.

Biaya Penyesuaian yang Perlu Dihitung

Meski tidak besar, pelaku UMKM tetap perlu menyiapkan biaya untuk: mengganti label harga, memperbarui menu, menyesuaikan sistem kasir / aplikasi POS, mencetak ulang brosur atau katalog produk.

Untuk UMKM kecil, biaya ini mungkin terasa,

Share:
Komentar

Berita Terkini