![]() |
| Foto Ilustrasi : Perencanaan proyek pembangunan Jalan Fly Over Juanda-Margonda, Kota Depok |
inijabar.com, Depok - Rencana proyek ambisius Wali Kota Depok, Supian Suri untuk membangun Jalan Layang (Fly Over) Juanda - Margonda pada 2026, yang dipatok anggaran sebesar Rp275 Miliar menuai sorotan tajam dari sejumlah pihak.
Salah satunya disuarakan oleh Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Lokomotif dan Pembangunan (Gelombang) Kota Depok, Cahyo Putranto Budiman.
Menurut Cahyo, dirinya tidak menolak proyek yang bertujuan untuk mengurai kemacetan parah yang membelah Jalan Juanda, Kota Depok tersebut. Namun, kata Dia, Pemerintah Kota Depok harus hati-hati jika keuangan proyek tersebut mengandalkan pinjaman ke Pemerintah Pusat.
"Bukan pembangunan fly over yang kami kritik, kami jelas mendukung Wali Kota Depok dalam meningkatkan infrastruktur. Tujuannya mengurai kemacetan itu sangat bagus, tapi ada catatan lainnya," ujar Cahyo dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (18/11/2025).
Cahyo menilai proyek pembangunan fly over ini terasa dipaksakan. Kekhawatiran terbesarnya yakni terletak pada skema pinjaman daerah yang direncanakan. Dia secara khusus merujuk berdasarkan pada regulasi yang baru diterbitkan.
"Jika pembangunan dilakukan dengan skema pinjaman daerah, nanti pasti ada risiko lanjutan di kemudian hari. Kita lihat saja Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun 2025, itu bisa jadi acuan. Jangan bar-bar juga untuk proyeksi itu," cetusnya.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD,
Cahyo menjelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD. Regulasi itu ditujukan untuk mendukung program Proyek Strategis Nasional (PSN), seperti infrastruktur dan transportasi, atau untuk pemulihan daerah pasca bencana.
Dia khawatir jika proyek Fly Over Margonda tersebut tidak memenuhi kriteria "Proyek Strategis Nasional," penggunaan utang akan menimbulkan beban berlebihan bagi kas daerah.
"Kalau pembangunan Fly Over Margonda tidak masuk dalam program Proyek Strategis Nasional, harusnya jangan pakai utang dong, pembangunannya. Risikonya terlalu besar," ungkapnya.
"Diibaratkan jika soal kendaraan, Pemkot kasih mobil Fortuner baru ke orang lain secara gratis, tapi minjam uang orang untuk membeli Inova. Aneh kan?," sindir Cahyo.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kota Depok, Hengky, mengungkapkan, hingga kini Komisi C sendiri belum menerima kajian fundamental terkait proyek pembangunan jalan fly over tersebut.
"Sudah pernah rapat kerja antara DPUPR dengan Komisi C, namun belum sampai kepada materi khusus tentang perencanaan yang matang tentang pembangunan fly over yang dimaksud. Bahkan hingga kini, Detailed Engineering Design (DED) maupun Feasibility Study (FS) belum kami terima dari Bappeda Kota Depok," ungkap Hengky.
Meskipun menyambut apresiasi terhadap niat rencana Wali Kota Depok, kata Hengky Komisi C DPRD Depok tidak akan berkompromi terhadap standar tata kelola yang baik (Good Governance). Politisi PKS Kota Depok itu juga menyatakan, DED dan FS adalah dokumen fundamental yang wajib diselesaikan dan divalidasi sebelum keputusan penganggaran fisik diambil.
"Komisi C berpandangan bahwa pengambilan keputusan anggaran harus didasarkan pada dokumen teknis yang lengkap dan valid. Tanpa DED dan FS yang tuntas, risiko ketidak tepatan biaya, ketidak sesuaian desain, serta potensi pemborosan anggaran menjadi sangat tinggi," tegas Hengky.
Hengky meyakinkan bahwa posisi mereka bukan menolak, melainkan meminta Pemkot Depok untuk memenuhi seluruh pra-syarat teknis. Tujuannya yakni jelas untuk memastikan proyek berjalan efektif, efisien, dan terukur.
"Pada prinsipnya kami mendukung pembangunan, namun dukungan tersebut harus sejalan dengan kehati-hatian. Agar setiap rupiah dari APBD benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat," ujar Hengky seraya menekankan pentingnya akuntabilitas publik dalam setiap proyek infrastruktur. (Risky)




