RSUD ASA Ungkap Hasil Questioner, 60 Persen Siswa SMKN 1 Depok Indikasi Gangguan Emosional

Redaktur author photo


RSUD ASA Depok gelar penyuluhan gangguan mental di SMKN 1 Depok

inijabar.com, Depok – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Anugerah Sehat Afiat (ASA) melakukan penelitian sederhana menggunakan metode kuesioner SRQ-20 untuk skrining gangguan emosional para siswa di SMK Negeri 1 Kota Depok.

Dari 250 sampel kuesioner yang terkumpul di SMK Negeri 1 Kota Depok, hasil skrining menunjukkan bahwa adanya masalah emosional yang signifikan.

"Ternyata dari hasilnya 40 persen itu normal, sementara 60 persennya lagi itu hasilnya ada indikasi mengarah gangguan depresi," ujar dr. Anggarianto Taruno Putro selaku Ketua Panitia Penyuluhan Kesehatan Mental di SMKN 1 Kota Depok. Rabu (12/11/2025).

Dia menjelaskan, adapun dari 60 persen yang terindikasi gangguan, perinciannya adalah sebagai berikut, Batasan Ambang (Hampir Jatuh) sekitar 20 persen, gangguan Ringan sebanyak 16 persen, gangguan Sedang sebanyak 13 persen, dan gangguan Berat sebanyak tujuh persen.

Menyoroti tantangan dalam mendeteksi masalah mental, dr. Angga pun menjelaskan bahwa berbeda gejalanya dengan penyakit pada umumnya.

"Ada perbedaannya, jadi biar masyarakat juga paham kalau sakit batuk atau fisik terlihat. Tetapi kalau jiwa mental itu kita tidak sadar," ungkapnya.

dr. Angga menerangkan, tujuan kegiatan ini, untuk memberikan edukasi dan menghilangkan stigma negatif terhadap kesehatan jiwa dan spesialis jiwa.

"Target utama kita adalah sosialisasi, spesialis jiwa kami kan juga sudah ada. Tetapi kan belum semuanya paham, karena kalau sudah berbicara jiwa, orang sudah pada takut duluan karena sesuatu hal yang berat segala macam. Salah satu tujuan utamanya adalah menghilangkan stigma ini dahulu," jelas dr.Angga.

[cut]


Menurutnya, usia remaja dipilih sebagai target utama pada kegiatan ini juga. Karena merupakan fase pencarian jati diri yang rentan terhadap perubahan emosi dan mental.

"Kenapa targetnya adalah usia remaja? Kenapa tidak yang sepuh? sebenarnya dikarenakan jati diri itu dahulu, karena adanya proses perubahan. Kalau secara otak itu kan mulai berkembang pada usia remaja, jadi mereka itu sudah mulai merasakan tentang emosinya ada di fase situ," paparnya.

Dia juga menuturkan, sosialisasi dan penyuluhan ini sebagai langkah awal untuk mengedukasi siswa agar dapat menyadari potensi gangguan emosional yang dialami. Materi tentang penyebab dasar gangguan emosional dan cara mengontrolnya yang disampaikan juga langsung dipaparkan oleh dokter spesialis jiwa RSUD ASA. 

“Agar siswa tahu juga ke mana harus mencari bantuan, jika mereka merasa gagal mengelola masalah mentalnya,” jelas dr.Angga.

Acara yang bertajuk 'Hidup Hebat Tanpa Depresi' juga dalam rangka Hari Jadi RSUD ASA ke 3 sekaligus memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-61.

Sementara itu Dokter Spesialis Jiwa RSUD ASA, dr. Nurhakim Basuki, menyatakan, fokus pada remaja dan kesehatan mental didorong oleh risiko modern salah satunya seperti penggunaan gawai (gadget) berlebihan.

"Rumah sakit kami untuk memperkenalkan mental health ya, terutama pada anak dan remaja yang memang resiko gadget sekarang lebih tinggi. Situasi di mana gangguan mentalnya yang paling banyak kita tahu kalau pada penelitian 2022 yaitu gangguan kecemasan dan depresi, makanya kita tadi mengangkat tema "Hidup Hebat Tanpa Depresi," ujar dr. Nurhakim kepada wartawan usai menjadi pembicara kegiatan Penyuluhan Kesehatan Mental, di SMKN 1 Kota Depok, Rabu (12/11/2025).

dr. Nurhakim menjelaskan, dalam penyuluhan ini para siswa diberikan pemahaman mendalam tentang apa itu depresi, bagaimana cara mengidentifikasinya, dan kiat-kiat penatannya.

[cut]


Kaitannya dengan faktor penyebab, dr. Nurhakim menekankan terdapat tiga faktor yang memicu gangguan mental, khususnya depresi pada seseorang diantaranya yaitu Genetik, Sosial (Lingkungan) dan Psikologis (Pola Asuh).

"Faktor penyebab kalau depresi itu biasanya ada tiga faktor, sosial, faktor genetik sosialnya lingkungan, psikologisnya ya pola asuh. Rata-rata kalau kita ketahui zaman sekarang ya memang pengalaman traumatis bisa di rumah atau di sekolah," ujarnya.

Dia juga mengatakan, akan berkoordinasi dengan guru Bimbingan Konseling (BK) untuk menindaklanjuti hasil skrining. Skrining menggunakan SRQ-20 ini hanya merupakan langkah awal untuk menjaring siswa yang diduga mengalami gangguan.

"Nanti tetap kita akan screening ya, namanya screening kan hanya untuk menjaring. Nanti kita pastikan dengan diagnosis yang berdasarkan penelitian di sekolah atau pedoman kesehatan jiwa kita, ada dasar dari ICD 10 biasanya kita gunakan itu, jadi benar apa tidak dia gangguan mental," jelasnya.

Dalam penataan gangguan mental, dr. Nurhakim juga menenkankan bahwa support sistem memegang peranan krusial, sehingga kolaborasi semua pihak sangat dibutuhkan.

"Terutama kita harus banyak screening ya, pertama kita screening dahulu anak yang mana untuk memastikan data. Kalau sudah ketemu berarti kita kolaborasi dengan semua pihak, karena mau tak mau tata laksana depresi kan harus support sistem ya, dari keluarga dari pihak sekolah dari anak sendiri," tutup dr. Nurhakim.

Pihaknya berharap upaya sosialisasi dan psikoedukasi terkait kesehatan jiwa ini dapat terus diperkuat dengan dukungan kolaborasi bersama stakeholder terkait. Sehingga dapat mampu menekan angka gangguan mental terutama pada Generasi Z, di Kota Depok. (Risky)

Share:
Komentar

Berita Terkini