Dirut PTMP Disorot, Tanpa Peta Bisnis Tapi Full Karpet Merah Kekuasaan

Redaktur author photo
Walikota Bekasi Tri Adhianto dikawal Dirut PTMP David Rahadja

SEJAK awal proses pencalonannya sebagai Direktur Utama PT Mitra Patriot (PTMP), nama David Rahardja tak pernah benar-benar lepas dari kejanggalan. Bukan karena rekam jejak bisnis yang mentereng, melainkan justru karena rangkaian gimik, ide sporadis, dan kebijakan yang tampak tanpa fondasi perencanaan usaha yang jelas.

Publik masih ingat, salah satu gagasan yang sempat dilempar ke ruang publik adalah bisnis minyak jelantah, ide yang terdengar populer, namun tak pernah disertai peta jalan bisnis yang transparan. 

Hingga muncul di media dengan judul besar 'Dirut PTMP berhasil melunasi hutang Damri yang mangkrak sejak dulu'. Loh..loh duit darimana, belum ada deviden, modal dari APBD pun belum terlihat 'hilal' nya.

Sang Dirut pun dengan bangga bak pejuang dari medan pertempuran dengan membawa kemenangan. Dia seolah menunjukan ke publik itu lah satu bentuk keberhasilan dirinya. Publik pun jadi tertarik menelusuri aliran uang pelunasan hutang tersebut. 

Belum selesai publik mencerna, muncul pula dugaan penjualan bus hibah dari kementerian yang sejatinya diperuntukkan bagi pelayanan publik, namun dikabarkan dijual untuk menutup utang PTMP kepada Damri. Di titik ini, aroma pengelolaan BUMD yang serampangan mulai tercium.

Alih-alih berbenah dengan strategi korporasi yang terukur, PT Mitra Patriot justru bergerak ke arah yang lebih politis: berkoalisi dengan BUMD lain dan “meminta modal” dari APBD melalui DPRD Kota Bekasi.

Bayang-bayang modal mulai dari Rp7 miliar di tahun 2026 kemudian meningkat di tahun 2027 dan terus sampai tahun 2030. Itulah isi draft Raperda Penyertaan Modal menulis kalimat seolah mengunci angka pasti agar tak kehilangan narasi.

Skema ini menimbulkan tanda tanya besar, apakah ini ekspansi bisnis, atau sekadar pemindahan beban kegagalan manajemen ke uang rakyat?

Warga Kota Bekasi pun hanya bisa saling mengernyitkan dahi. Di warung kopi hingga lini masa media sosial, pertanyaan yang sama berulang:

“Sebegitu spesialkah David Rahardja sampai diperlakukan istimewa oleh kepala daerah?”

Pasalnya, dari sisi bisnis, nyaris tak terlihat rencana usaha yang solid, terukur, dan berorientasi keuntungan jangka panjang—sebuah prasyarat mutlak bagi BUMD yang mengelola uang publik.

Seiring waktu, kepingan puzzle itu mulai tersusun. Publik perlahan memahami bahwa aktor dominan di balik arah dan manuver bisnis PT Mitra Patriot bukan semata direktur utamanya, melainkan Wali Kota Bekasi sendiri. Dari proses penunjukan, ide-ide populis, hingga penyelamatan keuangan lewat APBD, peran kepala daerah tampak terlalu kuat untuk diabaikan.

PT Mitra Patriot pun akhirnya lebih menyerupai perpanjangan tangan kekuasaan, bukan entitas bisnis profesional. Dan di situlah letak persoalan terbesarnya: ketika BUMD kehilangan independensi korporasi, yang dipertaruhkan bukan hanya neraca keuangan, tetapi kepercayaan publik.

Publik paham, David bukan tak mau menjawab pertanyaan tapi sinyalemen adanya perintah dari atasan untuk bungkam sambil menunggu suasana sunyi kembali.

Penulis: Bob -Pendiri LSM JEKO (Jendela Komunikasi

Share:
Komentar

Berita Terkini