![]() |
| Anggota DPRD Kabupaten Bekasi 2024 yang kini kembali menjadi tahanan Kejati Jabat dalam kasus korupsi di Kabupaten Bekasi |
BELUM usai jalani masa tahanan kasus pertama, Anggota DPRD Kabupaten Bekasi Soleman sudah harus dipakaikan seragam rompi pink khas 'pesakitan' di kejaksaan di kasus kedua.
Jika anggota DPRD Kabupaten Bekasi Soleman sempat bercita-cita tampil sebagai politisi teladan, maka dua kasus hukum yang kini membelenggunya jelas bukan bagian dari rencana branding. Tapi begitulah hidup politisi daerah: kadang ingin tampil heroik, kadang tersandung urusan yang bahkan tak layak jadi cerita grup WhatsApp RT.
Kasus Soleman kini ibarat papan pengumuman besar bertuliskan: “Hati-hati, kekuasaan licin seperti lantai keramik baru dipel!” Dan dari drama ini, banyak pelajaran yang bisa dipetik—baik oleh wakil rakyat maupun rakyat yang sudah terlalu sering dipertontonkan sinetron politik tanpa season finale.
Jabatan Itu Jabatan, Bukan Jubah Kebal
Beberapa politisi masih percaya jabatan itu semacam superhero suit—tinggal dipasang, langsung kebal. Padahal kenyataannya, jabatan itu lebih mirip rompi renang: membantu terlihat gagah, tapi tetap bisa tenggelam kalau dipakai salah.
Soleman menjadi pengingat bahwa 'Saya anggota DPRD!' bukanlah kata sandi untuk membuka portal kekebalan hukum.
Konflik Kepentingan itu Seperti Sambal: Sedikit Saja Bikin Repot
Politisi biasanya alergi kalau ditanya: “Bapak sedang mewakili kepentingan rakyat atau kepentingan yang lain?”
Pertanyaan itu membuat mereka keringat dingin seperti mau ditanya harga sembako.
Kasus Soleman membuktikan: konflik kepentingan itu tidak perlu besar—asal kena sorotan Kejaksaan, langsung terasa pedasnya.
Jejak Digital Tidak Pernah Amnesia
Dulu politisi hanya takut pada wartawan, sekarang mereka juga harus takut pada screenshot. Di era sekarang, WA salah kirim saja bisa jadi bahan rapat internal, apalagi percakapan yang mengarah ke urusan proyek.
Soleman mungkin baru sadar bahwa handphone adalah arsip negara berjalan.
Integritas: Yang Sering Diucap, Jarang Dipakai
Setiap pelantikan anggota dewan pasti penuh komitmen: “Saya akan bekerja jujur, transparan, dan mengutamakan rakyat…”
Tapi begitu turun dari podium, komitmennya hilang entah ke mana—mungkin ikut terseret sama spanduk ucapan selamat.
Kasus ini memberi pesan jenaka tapi pahit: integritas itu bukan slogan kampanye, tapi alat keselamatan kerja.
Partai Itu Rumah, Tapi Kadang Bisa Usir Penghuninya
Saat politisi bermasalah, partai biasanya tak mau ikut arisan kesalahannya. Kalau kasusnya makin ramai, mereka langsung ambil sikap: “Kami hormati proses hukum”, yang dalam bahasa politik artinya, “Kami cari jarak aman dulu.”
Soleman jadi contoh bahwa partai politik adalah rumah yang hangat… sampai Anda menimbulkan asap.
Komedi Politik yang Tak Pernah Benar-Benar Lucu
Dua kasus Soleman bukan sekadar kabar kriminal, tapi episode terbaru dari sitkom politik lokal yang seringnya lebih absurd daripada acara komedi. Bedanya, kalau sitkom bikin orang tertawa, politik bikin orang geleng-geleng sambil ngetik status di Facebook.
Semoga dari kisah ini, para anggota dewan lain bisa belajar: jadi wakil rakyat itu bukan tentang gaya, kuasa, atau akses tapi tentang bagaimana tidak masuk berita dalam kategori “tersangka”.
Kalau perlu, pasang tulisan besar di meja kerja:
“Anda di sini untuk bekerja, bukan untuk jadi konten.”
Ditulis: Redaksi




