Rencana Pengadaan Lahan Untuk Sekolah Rakyat, Pengamat: Harus Dikawal DPRD Garut

Redaktur author photo
Ilustrasi

inijabar.com, Garut - Rencana Pemerintah Kabupaten Garut melakukan pengadaan tanah untuk pembangunan Sekolah Rakyat mendapat sorotan dari berbagai kalangan termasuk oleh pemerhati kebijakan publik, Dudi Supriyadi.

Dudi mengatakan, pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan sepenuhnya berlandaskan peraturan perundang-undangan.

Menurut Dudi, pengadaan tanah merupakan salah satu tahapan pembangunan yang paling rentan terhadap konflik dan penyimpangan, sehingga membutuhkan tata kelola yang kuat serta pengawasan yang efektif. “Pengadaan tanah tidak boleh hanya berorientasi pada percepatan proyek. 

"Aspek kepatuhan hukum dan perlindungan kepentingan publik harus menjadi prioritas,” ujar Dudi dalam keterangannya, Sabtu, (27/12/2025).

Ia mengingatkan soal pengadaan tanah untuk kepentingan umum telah diatur secara komprehensif dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Aturan tersebut diperkuat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 39 Tahun 2023. 

Selain itu, mekanisme penilaian nilai objek pengadaan tanah juga telah diatur dalam Keputusan Kepala ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021. 

Dudi menilai, kepatuhan terhadap regulasi tersebut menjadi kunci untuk menjamin keadilan bagi masyarakat terdampak sekaligus mencegah potensi kerugian keuangan daerah.

Ia juga menekankan pentingnya peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mengawasi seluruh proses pengadaan tanah.

Menurutnya, DPRD memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan kebijakan tersebut berjalan tepat aturan, tepat sasaran, tepat anggaran, dan tepat lokasi. 

“Pengawasan DPRD harus mampu memastikan proses pengadaan tanah ini terhindar dari praktik percaloan dan mafia tanah,” kata Dudi.

Selain aspek prosedural, Dudi mengingatkan agar lahan yang digunakan untuk pembangunan Sekolah Rakyat tidak berada di atas lahan produktif maupun Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), serta harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Menurutnya, ketidaksesuaian tata ruang berpotensi menimbulkan konflik agraria dan persoalan hukum di kemudian hari. Dudi menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan Sekolah Rakyat tidak hanya diukur dari realisasi fisik proyek, tetapi juga dari integritas proses pengambilan kebijakan.

Transparansi dan akuntabilitas, lanjutnya, menjadi fondasi utama agar program tersebut benar-benar menghadirkan manfaat bagi masyarakat luas.

“Pembangunan pendidikan adalah investasi jangka panjang. Karena itu, seluruh prosesnya harus dijalankan dengan tata kelola yang bersih dan bertanggung jawab,” pungkasnya.(ujang)

Share:
Komentar

Berita Terkini