Di Pasar Kranji Baru Kok Bisa 1 Keluarga Borong 100 Unit Kios, Praktisi Hukum: Itu Praktek Mafia Lapak

Redaktur author photo


Tempat Pedagang Sementara (TPS) Pasar Kranji Baru.


inijabar.com, Kota Bekasi- Revitalisasi Pasar Kranji masih tarik ulur antara Pemkot Bekasi selaku pihak pertama dengan investor atau pengembang yakni PT.Annisa Bintang Blitar (ABB) selaku pihak ke dua dalam perjanjian kerjasama yang disepakati pada tahun 2018.


Ada sekitar ribuan kios termasuk los dan ruko yang akan dibuat di Pasar Kranji Baru tersebut dengan konsep 2 lantai, dan di lantai 3 nya foodcourt.


Ternyata pembeli terbanyak baik ruko, kios baik di lantai 1 maupun lantai 2 serta Los adalah salah satu pengurus RWP (Rukun Warga Pedagang) di pasar itu, sebanyak 100 unit dengan nilai lebih dari Rp15,5 miliar.


Dari 100 unit tersebut, tidak semua sang oknum RWP tersebut. Namun ada juga atas nama Istri dan anak nya.


Totalnya 100 unit dengan harga Rp15,746,831,269. Baru dibayar DP Rp 1,290, 910,119, artinya di bawah 10 persen DP yang telah dibayar sang penguasa kios tersebut.

[cut]



Sedangkan pengurus lainnya ada juga yang membeli sebanyak 48 unit atau sekitar Rp.9,498,825,000,  dan baru dibayar DP nya Rp621,965,000. Artinya masih di bawah 10 persen DP yang dibayarkan.


Menyikapi hal tersebut, praktisi hukum H.Bambang Sunaryo.SH menyebut praktik monopoli tersebut biasa terjadi di sejumlah pasar tradisional hampir di semua daerah di Indonesia.


"Iya praktek monopoli kios ini hampir di seluruh pasar tradisional di Indonesia. Raja-raja kios itu ekstrimnya biasa disebut mafia lapak. Mereka pasti menjual atau disewakan lagi ke orang lain dengan harga tinggi,"ujarnya. Rabu(01/3/2023).


Sedikitnya, kata Bambang, ada dua cara yang dilakukan para mafia pasar untuk mengail keuntungan yang besar yakni menyewakan kembali lapak atau kios kepada pedagang dan menjual lapak yang disewa mereka dari perusahaan pengembang

[cut]



"Mafia pasar itu sebagai penyewa lapak dan kios tidak berjualan, melainkan menyewakan kembali kepada orang lain dengan harga yang jauh lebih tinggi,"ungkap Bambang.


Kemudian, lanjut dia, oknum penyewa dapat menyewakan kembali dengan nilai mencapai jutaan rupiah per bulan.


Biaya sewa yang terlalu murah, menurut Bambang Sunaryo.SH, menjadi salah satu penyebab terjadinya permainan tersebut.


"Saya mendesak Disdagperin Kota Bekasi menertibkan praktik mafia pasar seperti itu,"pungkasnya.(*) 



Share:
Komentar

Berita Terkini