Pemberdayaan Perempuan di Era Digital, Seperti Apa?

Redaktur author photo



Ilustrasi


Ditulis Oleh: Siti Susanti,S.Pd. (Pengelola Majelis Zikir As-Sakinah Bandung)


ERA digital saat ini mengantarkan kehidupan menjadi lebih mudah, efektif, dan efisien. Termasuk bagi perempuan, digitalisasi bisa dimanfaatkan agar menjadi lebih berdaya, menyebar kebermanfaatan hingga luar bahkan ke pelosok negeri.


Namun patut disayangkan, pemberdayaan perempuan kerapkali dimaknai hanya dari aspek ekonomi.


Dikatakan, perempuan berdaya manakala ia mampu menghasilkan cuan senominal tertentu. Sebaliknya, meski telah menyebar manfaat namun tidak menghasilkan materi, kerap dianggap tidak berdaya.


Disadari atau tidak, sistem kapitalistik merupakan penyebabnya. Dalam sistem ini, kebahagiaan diukur berdasar materi. Manusia seolah berlomba dalam mengejarnya dan melupakan banyak hal lain.

[cut]



Kapitalisme juga tidak memiliki batasan yang jelas tentang kepemilikan. Kebebasan sebagai salah satu prinsip kapitalisme, menjadikan siapapun yang memiliki kapital besar, dapat menguasai kekayaan seolah tanpa batas. Adapun mereka yang minim finansial termasuk perempuan, harus berjuang keras untuk mendapatkan remah-remah kekayaan.


Mudah kita saksikan, perempuan terpaksa menjadi tulang punggung keluarga. Sikap ulet pantang menyerah, teliti, dan rajin, menjadikan lapangan pekerjaan seolah berpihak kepada perempuan.


Lebih luas, negara kerap bergantung kepada perempuan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi, misalnya melalui UMKM yang banyak digeluti kaum perempuan.


Sementara itu, para pemegang kebijakan bertindak sebagai regulator yang lebih banyak menguntungkan para pengusaha. 

[cut]



Nampak jelas, sistem kapitalisme tidak menguntungkan perempuan. Sehingga penulis berpendapat, upaya pemberdayaan perempuan dalam lingkup sistem ini, hanya menjadikan perempuan sebagai pemutar roda ekonomi.


Padahal, perempuan memiliki peran dan tanggung jawab besar untuk membawa generasi menuju kemajuan negeri. Sebuah ungkapan mewakili, wanita adalah tiang negara.


Meski bukan satu-satunya, perempuan memiliki peran penting dan strategis, diantaranya sebagai pendidik pertama dan utama bagi generasi. Tampaknya, hanya Islam yang sangat fokus memberikan kondusifitas bagi perempuan terkait peran ini.


Islam tidak mengekang tapi juga tidak membiarkan perempuan bebas tanpa batas, termasuk dalam menjalani peran. 

[cut]


Ada 4 peran perempuan dalam Islam yang dapat mereka maksimalkan, tanpa melukai fitrahnya. Yaitu:


Pertama, sebagai ummu warabatul bait. Ibu generasi dan pengelola rumah tangga.


Kedua, pemberdayaan perempuan dengan mengoptimalkan potensi dan perannya untuk kemaslahatan umat. Seperti, berdakwah, membina umat, dkk.


Ketiga, boleh bekerja asal tidak melalaikan dari tugas utamanya sebagai ibu dan pendidik generasi.


Keempat, memberi hak pendidikan bagi perempuan dan mendedikasikan ilmunya pada umat dan menyiapkan generasi cerdas saleh/salihah.

[cut]



Bentuk kondusifitas Islam terhadap peran perempuan dapat dilihat dalam pengaturan syariat sebagai berikut:

1. Jaminan pemenuhan nafkah bagi perempuan. Islam menetapkan, penanggung nafkah ada di pundak laki-laki, yakni ayah atau suami. jika tidak ada, jatuh ke jalur ayah perempuan.

2. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi individu, dipenuhi oleh negara secara tidak langsung berupa penyediaan lapangan pekerjaan.

3. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan, dipenuhi negara secara langsung. Masyarakat bisa mendapatkannya secara murah bahkan gratis, namun berkualitas.

4. Pengaturan kekayaan alam milik umum semisal sumber air, hutan, sumber energi strategis, dikelola oleh negara, tidak boleh diserahkan kepada swasta. Hal ini menjamin kas negara penuh sehingga dapat memenuhi anggaran pengelolaan urusan masyrakat.

[cut]



Kondusifitas Islam terhadap perempuan, tidak lain karena terkait dengan filosofis fungsi negara sebagai ra'in(pengelola), sebagaimana hadits Nabi:

" Imam(kepala negara) adalah ra'in(pengelola urusan masyarakat), dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas pengelolaannya."


Dengan sistem Islam, perempuan akan fokus menjalani perannya yang utama yaitu pendidik generasi. Sehingga, masa depan bangsa yang gemilang bukan merupakan angan-angan.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini