Bukan Hanya DPRD, Tunjangan Rumah Dinas Walikota Bekasi Pun Harus Dievaluasi

Redaktur author photo
Ketua DPRD Kota Bekasi Sardi Effendi dan Walikota Bekasi Tri Adhianto kompak

inijabar.com, Kota Bekasi - Bukan hanya tunjangan rumah dinas pimpinan DPRD Kota Bekasi yang harus dievaluasi tapi juga tunjangan rumah dinas Walikota Bekasi juga harus dievalusasi.

Ketua DPRD Kota Bekasi  Sardi Effendi dan Walikota Bekasi saling sandera soal tunjangan rumah dinas keduanya. Jumlah yang fantastis jadi alasan enggan nya mereka bicara pada publik terkait tunjangan rumdin.

Alasan tunjangan pun tidak jelas karena mereka punya rumah masing-masing di wilayah Kota Bekasi.

Tunjangan rumah dinas walikota tembus diangka sekira Rp500 juta per bulan dan Ketua DPRD Rp53 juta per bulan. Bukan lah angka kecil di masa ekonomi sulit seperti ini.

Hal itu dikatakan Ketua Nasional Corruption Watch (NCW) DPD Bekasi Raya, Herman P.Simaremare mendesak Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, untuk mengevaluasi tunjangan perumahan DPRD seperti yang telah dilakukan DPR RI yang menghapus tunjangan serupa sebesar Rp50 juta per bulan.

"Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 81 Tahun 2021, yang mengatur tunjangan perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Bekasi yang dinilai fantastis dan juga tunjangan rumah dinas walikota Bekasi harus dievaluasi seperti yang dilakukan DPR RI,"ujar Herman. Sabtu (6/9/2025).

Dia mengatakan, kondisi tersebut sangat kontras  antara kemewahan tunjangan elit pimpinan Kota Bekasi baik eksekutif maupun legislatif, dengan kondisi rakyat Bekasi yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar. 

"Angka ini setara 9,3 kali lipat upah harian buruh UMK Kota Bekasi, sekitar Rp189 ribu dan bahkan 63 kali lebih besar, dibandingkan pengeluaran harian warga di garis kemiskinan sekitar Rp28 ribu," jelasnya.

Herman juga mengingatkan  Walikota Bekasi Tri Adhianto untuk memberikan tauladan yang baik buat masyarakat yang dipimpinnya. Pasalnya Tri sudah memiliki rumah sendiri yang berada di perumhaan mewah di Kota Bekasi.

"Rumah nya kan di Perumahan Kemang cukup mewah di Kota Bekasi harus mau jadi tauladan bagi rakyat nya  dengan mengevaluasi tunjangan rumah dinasnya yang beredar kabar  sampai Rp500 juta per bulan,"katanya.

"Rata-rata anggota DPRD Kota Bekasi merupakan warga asli Bekasi yang sudah memiliki rumah pribadi sebelum menjabat. Dasar pemberian tunjangan perumahan semakin kehilangan logika," ujarnya.

Herman juga menyoroti, ironi di mana Pemerintah Kota Bekasi terlihat lebih fokus mengurus kepentingan elit politik ketimbang rakyat kecil. Herman mengaitkan hal ini dengan kontroversi mutasi 19 pejabat eselon II yang diduga sarat nepotisme.

"Walikota terlihat lebih sibuk mengurus kepentingan kolega dan jabatan, ketimbang berpihak pada rakyat miskin yang digusur," kritik Herman.

Lebih bijak bila anggaran fantastis tersebut dialihkan untuk pendidikan, kesehatan, dan pelayanan dasar yang benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat.

"Jika benar Wali Kota berdiri di atas kepentingan rakyat, maka beranilah menurunkan besaran tunjangan DPRD Kota Bekasi. Jangan hanya sibuk mutasi kolega, sementara rakyat kecil dibiarkan menderita," tegas Herman.

"Jika itu benar sangat memprihatikan sih, Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat juga pakai rumah pribadi, tapi dia menolak menempati rumah dinas dan tidak menerima kompensasi rumah dinas," jelas Herman.

NCW DPD Bekasi Raya menilai, publik berhak mengetahui dan pemerintah wajib memastikan anggaran digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan memperkaya segelintir elit politik.

"Dengan keputusan DPR RI yang sudah menunjukkan kepekaan terhadap aspirasi rakyat, kini giliran pemerintah Kota Bekasi, untuk menunjukkan komitmen serupa dalam mewujudkan tata kelola yang berpihak pada kepentingan masyarakat," pungkasnya. (Pandu)

Share:
Komentar

Berita Terkini