Soal Tunjangan Rumah Walikota Bekasi, Kepwal nya Diduga Pakai Tanggal Mundur

Redaktur author photo
Kepwal yang dimaksud tidak terdata padahal dikeluarkan bulan Maret

inijabar.com, Kota Bekasi - Polemik rumah jabatan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono memunculkan kecurigaan baru  setelah pernyataan Kepala Bagian Umum Setda Kota Bekasi, Imas Asiah, yang menyebut rumah pribadi Tri di Kemang Pratama difungsikan sebagai rumah jabatan dengan biaya pemeliharaan dibebankan pada APBD.

Imas berdalih bahwa dasar hukum sudah ada melalui Keputusan Wali Kota (Kepwal) Nomor 0001.10.1/Kep.156-Um/III/2025 dan Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 14 Tahun 2025. 

Namun, saat coba ditelusuri di portal resmi milik Pemkot Bekasi, kedua dokumen tersebut belum ada. Padahal ditulis dokumen itu dikeluarkan pada bulan Maret 2025, jelas tertera 'III/2025', yang berarti ditetapkan sejak Maret 2025. 

Aktivis muda sekaligus pengamat kebijakan pemerintah, Nanda dari Suara Keadilan (SAKA), yang mencoba browsing dua dokumen pendukung rumah jabatan Walikota Bekasi Tri Adhianto, juga mengaku heran dan curiga.

Nanda mengatakan, jika benar ditetapkan sejak Maret 2025 harusnya publik sudah bisa mengakses mengingat saat ini sudah bulan September 2025. 

"Aneh, hingga kini dokumen tersebut tidak pernah dipublikasikan di portal resmi JDIH Kota Bekasi dan bahkan tidak bisa diakses publik,"ungkap Nanda. Sabtu (13/9/2025)

Dia juga menduga bisa saja kedua dokumen tersebut dibikin tanggal mundur setelah ramai sorotan publik dan juga dicurigai kedua berkas itu untuk membenarkan pernyataan Walikota Bekasi yang baru saja bilang tidak pernah mengambil tunjangan rumah pribadinya sejak dilantik.

“Kalau memang keputusan dan perwal itu sudah ada sejak Maret, kenapa tidak pernah dipublikasikan? Kenapa baru disebut setelah polemik rumah jabatan ramai di masyarakat? Ini justru menimbulkan pertanyaan: apa yang sebenarnya disembunyikan?” ujarnya.

Nanda mengingatkan, berdasarkan asas keterbukaan informasi publik dan prinsip transparansi keuangan daerah, setiap regulasi yang berkaitan dengan penggunaan APBD wajib diumumkan. 

“Bukan sekadar menyebut nomor dokumen, tapi harus bisa diakses secara resmi. Kalau dasar hukumnya benar-benar ada sejak awal, mestinya tidak muncul kekisruhan sebesar ini,” tegasnya.

Menurutnya, pernyataan Imas Asiah yang menyebut perawatan rumah dibiayai APBD sudah kontradiktif sejak awal, karena dokumen anggaran justru menunjukkan alokasi Rp500 juta untuk Belanja Sewa Rumah Jabatan/Rumah Dinas KDH, bukan pemeliharaan.

"Di sisi lain, sudah ada pula pos Rp1,5 miliar untuk kebutuhan rumah tangga kepala daerah. Artinya, dalih perawatan yang dipakai Pemkot jelas bermasalah. Kalau anggarannya ditulis sewa, kenapa praktiknya perawatan? Ini cacat prosedur,” kata Nanda.

Ia menambahkan, munculnya dasar hukum ‘baru’ di tengah polemik memperlihatkan kelemahan tata kelola. 

“Kalau memang rumah pribadi dijadikan rumah jabatan sementara, tetap harus ada dasar hukum yang kuat sejak awal. Bukan malah terkesan dibuat belakangan hanya untuk menutupi kegaduhan,” jelasnya.

“Pemkot Bekasi harus berani jujur dan terbuka. Bukan malah menambah persoalan dengan mengeluarkan dasar hukum yang justru terkesan muncul belakangan. Semakin lama dibiarkan seperti ini, semakin kuat kesan bahwa masalah ini ditangani tidak transparan. Pada akhirnya, publik berhak menilai: apakah kebijakan ini benar demi kepentingan daerah, atau sekadar akal-akalan birokrasi.”pungkasnya.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini