Berapa Besar Pengangguran Jabar Akibat Kolaps Industri Tekstil di Jabar?

Redaktur author photo
Ilustrasi

inijabar.com,  Kota Bandung- Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Jawa Barat terus mengalami penurunan. Masuknya produk TPT impor menjadi alasan hilangnya sebagian besar permintaan bagi industri di Jabar. 

Maka pantas jika industri ini menyumbang angka pemutusan hubungan kerja (PHK) paling besar untuk Jabar selama 2025. Pasalnya, sebagian besar pelaku industri TPT di Jabar bergerak ber­dasarkan permintaan pasar (by demand). 

“Bisa dikatakan, saat ini pasarnya ada, tapi permintaannya rendah. Karena pasar TPT dalam negeri berebutan de­ngan supply dari impor, baik di sektor hulu maupun hilir. Kalau pasarnya rusak, pabrik tidak bisa menyerap tenaga kerja," ungkap Staf Sekretariat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jabar Geraldi Holomoan dikutip media online PR, Selasa 25 November 2025.

Dia menerangkan, industri TPT Jabar seperti dihajar dari dua sisi. Di hilir, market pakaian jadi digempur produk impor ilegal, seperti thrifting. Di bagian hulu, diserang oleh produk impor legal. Meski padat modal, tapi tidak bisa menyerap tenaga kerja.

“Market yang sedang tidak baik berimbas pada utilisasi menurun. Dan ini berdam­pak pada rasionalisasi karya­wan,”ucap Geraldi.

Kondisi ini, kata Geraldi, berdampak pada strategi per­usahaan untuk bertahan. Se­lain menjual mesin, para pe­ngusaha bisa jadi melaku­kan rasionalisasi tenaga kerja.

Di kawasan Rancaekek hingga Majalaya, suara mesin rajut dan pintal yang dulu berdenging nyaris 24 jam kini tak lagi nyaring. 

Deretan pabrik tekstil yang sejak era 1980-an menjadi tulang punggung industri Jawa Barat, satu per satu meredup. Di balik tembok-tembok pabrik yang memudar, ada cerita buruh yang pulang dengan surat PHK di tangan dan masa depan yang goyah.

Tahun 2025 menjadi titik paling krusial bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Jawa Barat. Gempuran produk impor, baik ilegal di hilir maupun legal di hulu, menghantam permintaan hingga titik nadir. Dan yang paling keras menanggungnya adalah tenaga kerja.

[cut]


Pertanyaannya berapa besar sebenarnya kontribusi kebangkrutan industri tekstil terhadap meningkatnya pengangguran di Jawa Barat tahun ini?

Gempuran Impor dan Pasar yang Membeku

Geraldi Holomoan, Staf Sekretariat API Jabar, menggambarkan industri tekstil seperti dihajar dari dua sisi. Di hilir, pasar pakaian jadi direbut thrifting dan produk selundupan. Di hulu, pabrik diserang kain dan benang impor legal yang harganya tumbang di pasar global.

“Kondisi pasarnya rusak. Pasarnya ada, tapi permintaannya hilang,” ujar Geraldi. 

Utilisasi pabrik menurun, pesanan berkurang drastis, dan aksi rasionalisasi tenaga kerja tak terhindarkan.

Bagi industri yang menghidupi lebih dari 600 ribu pekerja di masa jayanya, hantaman ini seperti badai berkepanjangan.

Resesi TPT bukan hanya cerita satu-dua pabrik. Dalam rentang 2024–2025: 19.089 pekerja di sektor TPT Jawa Barat mengalami PHK. 80.138 pekerja dirumahkan sementara.

BI Jabar mencatat pengangguran total mencapai 1,78 juta orang pada 2025. Sektor tekstil disebut sebagai penyumbang PHK terbesar di Jawa Barat untuk tahun ini.

Tetapi ada satu masalah besar, tidak ada data resmi yang memisahkan berapa pengangguran yang benar-benar berasal dari PHK tekstil.

BPS menghitung pengangguran berdasarkan status saat wawancara, bukan penyebabnya. Buruh yang pindah jadi ojek online, berdagang kecil-kecilan, atau membantu usaha keluarga secara statistik bisa saja tak lagi disebut 'penganggur'. Ini membuat jejak kehilangan kerja di tekstil hilang dari radar resmi.

Namun dampaknya terasa: ekonomi tumbuh, tetapi pengangguran ikut naik. Sebuah anomali yang menunjukkan ada sektor padat karya yang tumbang.

Berapa Besar Pengangguran Karena Tekstil?

Dengan keterbatasan data resmi, kita hanya bisa membuat estimasi berbasis bukti dan tren.

Skenario 1 Konservatif

Hanya buruh yang PHK permanen (19.089 orang) yang tercatat benar-benar kehilangan pekerjaan.

[cut]


Kontribusi ke total pengangguran:

1,1% dari 1,78 juta.

Skenario 2 -  Moderat

Sebagian buruh dirumahkan tak kembali bekerja, ditambah pemutusan kontrak dan unit pendukung yang ikut tumbang.

Estimasi korban kehilangan kerja: 40–60 ribu orang.

Kontribusi: 2,5–3,5%.

Skenario 3 - Skenario Realistis (berdasarkan pola krisis 2018–2023)

Industri tekstil punya efek domino:

subkontraktor, logistik, laundry industri, hingga supplier kimia dan packaging ikut terdampak.

Estimasi kehilangan pekerjaan: 80–100 ribu orang.

Kontribusi: 5–7% dari total pengangguran Jabar 2025.

Di lapangan, angka ketiga inilah yang paling masuk akal:

tumpukan PHK tekstil tidak selalu muncul di statistik, tetapi jelas terasa di kantong-kantong industri.

Potret di Lapangan: Dari Operator Mesin ke Ojek Online

Di Cileunyi, seorang operator mesin printing bercerita bagaimana pabriknya tak lagi menerima order sejak Juni. “Saya pindah ke ojek online. Memang tidak menganggur, tapi penghasilannya setengah dari dulu,” ujarnya.

Begitulah kondisi yang luput dari statistik. Buruh tekstil yang kehilangan pekerjaan belum tentu tercatat sebagai penganggur—namun daya beli mereka turun, konsumsi rumah tangga merosot, dan ekonomi lokal melemah.

Berikut Kota-Kota yang Paling Merasakan Dampak

1. Bandung & Cimahi – Pusat industri garmen, paling terpukul oleh banjir impor ilegal.

2. Sumedang (Rancaekek–Jatinangor) – Terpukul dari sisi hulu; benang dan kain impor menggerus permintaan produksi.

3. Majalaya – Wilayah tekstil tertua, kini tertekan oleh biaya produksi yang tak lagi kompetitif.

4. Kab. Bogor & Bekasi – Kawasan industri besar yang kehilangan pesanan berskala ekspor.

[cut]


Di daerah-daerah itu, warung sekitar pabrik sepi, kos-kosan buruh kosong, dan kendaraan yang dulu memenuhi parkiran kini tak terlihat.

PHK Tekstil Tidak Sekadar Angka. Ini Krisis Struktural

1) Krisis tekstil menyumbang pengangguran cukup signifikan: 2–7%

Angkanya memang tidak bisa dinyatakan pasti karena batasan data, tetapi kisarannya jelas substansial dan menjadi salah satu faktor utama naiknya angka TPT Jabar.

2) Banyak korban krisis tekstil tidak terlihat sebagai 'pengangguran'

Karena mereka beralih ke sektor informal.

3) Jika industri tekstil kolaps lebih dalam, Jabar akan kehilangan sektor padat karya terbesar yang tersisa

Satu-satunya yang mampu menyerap ratusan ribu tenaga kerja berpendidikan menengah.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini