Kenapa Sekolah Swasta di Subang dan Kota Bekasi Ogah Terima Program MBG

Redaktur author photo
Salah satu sekolah di Subang yang menenrima program MBG

inijabar.com, Subang- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan asupan gizi siswa ternyata belum sepenuhnya diterima di kalangan sekolah swasta. 

Di Kabupaten Subang dan Kota Bekasi, banyak sekolah swasta memilih tidak bergabung, meski program ini dinilai bermanfaat bagi siswa dari keluarga berpenghasilan rendah.

Di Subang, Dinas Pendidikan mencatat hanya sebagian kecil sekolah swasta yang menyatakan minat. Sebagian besar menilai persyaratan administrasi dan pelaporan terlalu rumit untuk dijalankan oleh sekolah dengan sumber daya terbatas.

“Setiap hari kami harus melaporkan jumlah siswa penerima dan bukti pembelian bahan makanan. Itu memberatkan, karena guru kami tidak banyak,” ujar Siti Nurjanah, salah satu kepala sekolah swasta di Kecamatan Pagaden.

Kondisi serupa terjadi di Kota Bekasi. Beberapa yayasan pendidikan menilai dana bantuan yang diberikan pemerintah belum sebanding dengan biaya operasional penyediaan makanan sehat.

“Sekolah harus menalangi dulu sebelum diganti, sementara nilai bantuannya tidak besar. Itu bisa mengganggu keuangan sekolah,” kata Ahmad Rofi’i, pengelola sekolah swasta di Bekasi Timur.

Selain itu, beberapa sekolah swasta di Bekasi sudah memiliki program makan siang sendiri yang dikelola internal yayasan. Mereka khawatir jika ikut MBG, akan ada pengawasan keuangan dan audit pemerintah yang bisa mengganggu otonomi pengelolaan sekolah.

“Kami bukan menolak programnya, tapi prosedurnya terlalu banyak kontrol,” ujarnya.

Kurangnya sosialisasi juga menjadi alasan klasik. Banyak sekolah mengaku tidak mendapat penjelasan teknis yang memadai dari dinas pendidikan tentang mekanisme, syarat, dan pelaporan program tersebut. Akibatnya, sekolah lebih memilih tidak ikut daripada berisiko salah dalam pelaporan.

Padahal, di kedua daerah ini, angka gizi buruk dan stunting masih menjadi tantangan. Program MBG bisa menjadi jembatan untuk memperbaiki kondisi tersebut jika pelaksanaannya dibuat lebih fleksibel bagi sekolah swasta.

“Kami sebenarnya mendukung, asal pelaksanaannya realistis dan tidak menambah beban administrasi,” tandasnya.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini