![]() |
| Pekerja proyek jembatan melengkung di kalimalang sebagai bagian dari proyek Wisata Air Kalimalang |
inijabar.com, Kota Bekasi- Rencana pendanaan proyek Wisata Air Kalimalang di Kota Bekasi kembali menimbulkan tanda tanya besar. Pemerintah daerah disebut akan menerima dana CSR sebesar Rp36 miliar dari PT Miju Dharma Angkasa, sebuah perusahaan tempat ngopi bernama Miju Coffee Bekasi. Beralamat di Trans Park Juanda Bekasi Timur.
Perusaahan ini disebut akan menggelontorkan dana sebesar Rp36 miliar untuk proyek wisata air Kalimalang yang diambil dari CSR (Corporate Social Responsibility).
Hal itu ikut menuai komentar dari publik salah satu nya dari Pemerhati Sosial Bekasi Usman. Menurut dia, jumlah CSR yang fantastis itu dinilai tidak sebanding dengan skala dan profil perusahaan.
"Sehingga menimbulkan dugaan kuat bahwa skema pendanaan tersebut perlu diaudit secara mendalam,"ujarnya. Rabu (19/11/2025)
Usman menyatakan, Pemkot Bekasi mengungkap potensi pendanaan Corporate Social Responsibility (CSR) senilai Rp36 miliar untuk pembangunan kawasan wisata air Kalimalang.
"Angka ini jauh di atas rata-rata kontribusi CSR perusahaan swasta menengah, yang umumnya berkisar Rp200 juta hingga Rp2 miliar per tahun,"ucapnya.
Dia juga menyinggung soal nama perusahaan yang disebut sebagai penyumbang, PT Miju Dharma Angkasa yang langsung menjadi perhatian publik. Pasalnya, jejak perusahaan ini sangat minim di ruang publik, dan skala bisnisnya tidak menunjukkan kapasitas finansial untuk mengucurkan CSR sebesar itu.
"Menurut data yang beredar kan perusahaan itu bergerak di bidang kuliner makan minum (Mamin) yang diberinama Miju Coffe Bekasi. Jadi bukan perusahaan sekelas BNI, PLN atau perusaahn besar lainnya,"bebernya.
Berdasarkan penelusuran dari dokumen publik yang tersedia, perusahaan kuliner kopi yang beralamat di Trans Park Juanda Bekasi Unit SA/B/12, Jalan Ir. H. Juanda No. 180, Bekasi.
Tidak ada catatan publik mengenai: aset perusahaan, laporan laba bersih, proyek besar skala nasional, kepemilikan pabrik, atau kontrak besar pemerintah sebelumnya.
Jika dibandingkan dengan perusahaan CSR raksasa seperti BUMN atau bank besar, jejak digital PT Miju Dharma Angkasa sangat minimal.
Apakah CSR Rp36 Miliar Masuk Akal?
Analisis Finansial Mengungkap Kejanggalan
Untuk memahami kelogisan CSR Rp36 miliar, dilakukan simulasi sederhana sesuai praktik umum CSR di Indonesia.
"Umumnya CSR = 0,5–2% dari Laba Bersih Perusahaan. Jika CSR perusahaan ini benar Rp36 miliar, maka perkiraan laba perusahaan: Laba = 36.000.000.000 / 0,02 = Rp1,8 triliun,"ungkap Usman.
Artinya, kata dia, perusahaan harus memiliki laba bersih hampir Rp2 triliun, omzetnya bisa berada di kisaran Rp10–20 triliun, atau berada pada kelas yang sama dengan perusahaan properti raksasa atau pabrikan besar nasional.
Dengan profil perusahaan yang terdaftar di satu unit kecil di kawasan Trans Park Juanda, angka tersebut sangat bertolak belakang.
Bila Kapasitas Finansial Tidak Sesuai: Ada Apa di Balik CSR?
[cut]
Kondisi ini menimbulkan empat kemungkinan investigatif:
1) Skema pencatatan CSR tidak realistis
CSR bisa saja hanya menjadi label administrasi, sementara sumber dana berasal dari pihak lain.
2) Perusahaan berfungsi sebagai ‘perantara’
Ada potensi perusahaan digunakan sebagai special purpose vehicle (SPV) untuk memasukkan dana tertentu ke proyek daerah.
3) Proyek belum memiliki pendanaan jelas
Dalam beberapa kasus proyek daerah, CSR jumbo digunakan untuk, menghindari proses lelang, menutupi sumber dana non-APBD, atau menunda transparansi anggaran.
4) Kesalahan informasi dari pihak pemerintah daerah
Ada kemungkinan pemerintah menyampaikan angka sebelum verifikasi kapasitas perusahaan.
5. Pakar Ekonomi: CSR Rp36 Miliar dari Perusahaan Kelas Menengah? Sangat Tidak Masuk Akal.
CSR puluhan miliar hanya mungkin diberikan perusahaan besar dengan laba bersih ratusan miliar. Kalau kantor saja unit kecil di apartemen, jelas tidak logis.
Jika benar ada CSR sebesar itu, harus jelas sumber dananya, siapa pemilik modal, dan apa hubungan perusahaan dengan pejabat yang melobi proyek tersebut.
Risiko bagi Pemerintah: Potensi Konflik Hukum
Penggunaan CSR besar tanpa audit bisa menimbulkan persoalan:
• Transparansi anggaran terancam
Pembangunan infrastruktur publik bernilai puluhan miliar seharusnya melewati mekanisme APBD dan lelang.
• Potensi korupsi terselubung
CSR kadang dijadikan jalur “donasi” untuk membiayai proyek politik.
• Kesalahan administratif
Jika perusahaan tidak mampu secara legal, pemerintah bisa terseret masalah kontraktual.
• Audit BPK dan KPK bisa masuk
Apalagi proyek publik bernilai tinggi dengan sumber dana non-APBD.
Proyek Kalimalang: Besar, Strategis, tetapi Rentan Penyelewengan
Wisata Air Kalimalang adalah proyek yang memiliki kepentingan: pariwisata kota, ekonomi UMKM, estetika ruang publik, dan penggunaan lahan strategis Jalan Insinyur H. Juanda.
Dengan nilai proyek mencapai puluhan miliar, risiko penyalahgunaan kewenangan sangat besar jika sumber dana tidak jelas dan perusahaan penyumbang tidak diverifikasi.
Ada indikasi kuat bahwa skema CSR ini harus diaudit, termasuk, sumber dana, kepemilikan perusahaan, hubungan perusahaan dengan pemerintah daerah, dan rencana penggunaan anggaran.
Proyek Kalimalang perlu transparansi penuh sebelum dijalankan.
Ketika ruang publik dibiayai dengan dana non-APBD bernilai besar, tanpa verifikasi kapasitas perusahaan, maka itu bukan lagi program CSR. Itu adalah celah yang rawan dipergunakan untuk kepentingan lain.
Pemerintah Kota Bekasi berkewajiban membuka seluruh dokumen, MoU, dan audit kapasitas perusahaan sebelum proyek Kalimalang dilanjutkan.(*)




